Kominfo Akui Tak Bisa Bendung Video Propaganda ISIS, Ini Alasannya

Kominfo Akui Tak Bisa Bendung Video Propaganda ISIS, Ini Alasannya

Andri Haryanto - detikNews
Selasa, 24 Mar 2015 08:55 WIB
ilustrasi
Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) mengakui bahwa pihaknya tidak memiliki kekuatan guna membendung arus video ISIS di jejaring sosial. Penanganan video berisi propaganda itu baru bisa dilakukan setelah adanya permintaan pihak terkait.

Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemenkominfo Ismail Cawidu mengatakan, dalam Peraturan Menteri No 19 tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif, blokir mandiri baru bisa dilakukan bila konten tersebut mengandung pornografi.

Alasan yang dilontarkan karena untuk mengambil langkah ini, Kominfo berlandaskan pada Undang-undang Pornografi yang mengatur mengenai blokir konten berbau pornografi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi, kewenangan pemerintah ada, itu perintah Undang-undang Pornografi," kata Ismail saat berbincang dengan detikcom, Selasa (23/3/2015).

Lain hal ketika konten tersebut diduga bermuatan teror atau dianggap menebar kebencian berbau suku, ras, dan agama, maka Kominfo memerlukan laporan dari instansi terkait guna mengambil langkah pemblokiran. Langkah ini, jelas Ismail, tertuang dalam Peraturan Menteri No 19 tahun 2014 tentang Penanganan Situs Interner Bermuatan Negatif.

"Karena Kominfo tidak sebagai institusi yang menilai secara sepihak, oleh sebab itu perlu ada pengaduan, baik dari Polri, BNPT, atau alim ulama," kata Ismail.

Terkait dengan video ISIS, pihak Kominfo mengaku baru menerima dua laporan untuk dilakukan pemblokiran. Laporan pertama adalah mengenai tayangan Bachrumsyah yang mengajak warga negara Indonesia 'hijrah' ke Suriah dan angkat senjata. Laporan lainnya adalah mengenai tayangan anak kecil yang tengah berlatih senjata AK47 dan diduga di sebuah kamp pelatihan kelompok ISIS di Suriah.

"Setelah mendapat pengaduan itu, kami berkorespondensi dengan Google untuk menutup situs tersebut," kata Ismail.

Meski sudah dilakukan penutupan, namun tetap saja beberapa hasil kopian konten disebarkan luaskan kembali oleh beberapa orang yang tidak bertanggungjawab. Ismail mengatakan, bila hal tersebut ditemukan maka polisi dapat langsung menyelidiki dan memproses hukum penyebar luas konten copy-an tersebut.

"Kalau copy-nya disebar lagi bisa kena Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)," kata Ismail.

Bila konten tersebut berisi propaganda yang mengandung kebencian, maka kepolisian dapat menjerat pelaku dengan pasal 28 ayat 2 UU ITE. "Ancaman dendanya Rp 1 milar dan kurungan 6 tahun," tegas Ismail.

Kominfo sudah menyiapkan strategi guna menghadapi kendala tersebut. Akhir Maret ini Kominfo akan membentuk Panel yang berisi orang-orang yang kompeten di bidangnya. Sebut saja ahli dalam terorisme, narkotika, farmasi, sampai dengan alim ulama. Ini dilakukan agar Kominfo dapat cepat mengambil langkah tanpa menunggu laporan bila ada konten yang dianggap negatif.

(ahy/spt)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads