Kayu-kayu itu ukuran cukup beragam. Mulai dari 3x8x 90 sentimeter, sebanyak 5 batang; 3x8x100 sebanyak 5 batang; 3x8x130 sebanyak 8 batang; 3x8x150 sebanyak 1 batang; 3x8x200 sebanyak 7 batang; 2x15x200 sebanyak 8 batang; dan 4 batang lagi juga berukuran panjang 200 sentimeter.
Tiga orang saksi dari Kantor Resort Pemangku Hutan (KRPH) Jatibanteng menyatakan, sebanyak 38 batang kayu jati olahan itu dinilai identik dengan kayu jati milik Perhutani, yang hilang di kawasan Hutan Petak 43-F Blok Curahcottok Dusun Krastan Desa/Kecamatan Jatibanteng. Perhutani bersama polisi mengamankan kayu-kayu itu dari rumah Cipto, tukang kayu di Desa/Kecamatan Jatibanteng. Cipto sendiri mengaku, jika kayu-kayu itu milik Asyani yang hendak dijadikan kursi panjang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelum diamankan polisi, kayu-kayu milik Bu Asyani itu sudah cukup lama ada di rumah. Rencananya mau dibikin lencak (kursi panjang). Saat diantar ke rumah, sudah dalam bentuk begitu," tutur Cipto.
Majelis hakim juga menunjukan dua bonggol kayu jati dari tunggak milik Perhutani yang hilang, serta tonggak kayu jati bekas tebangan dari lahan yang diklaim milik Asyani. Namun, ketiga saksi dari Perhutani, yakni Sawin, Misyanto Efendi, serta Sayadi, bersikukuh jika berdasarkan corak dan bentuk warna, kayu sitaan itu identik dengan bonggol kayu Perhutani yang hilang.
Terdakwa Asyani mengakui jika sebagian kayu sitaan itu adalah miliknya. Namun, tidak semuanya. Ada satu bagian ikatan kayu yang dibantah oleh Asyani sebagai miliknya. Meski begitu, Asyani tetap bersikukuh, jika kayu itu hasil penebangan di lahan miliknya.
"Mon gik maksa ngocak engkok se ngecok, iyelah epekol bik engkok kaju se cek rajhena (kalau masih maksa bilang saya yang mencuri, iya sudah saya pikul kayu yang sangat besar, red)," celetuk nenek Asyani dengan bahasa Madura saat sidang.
(rul/try)