"Lembaga negara yang levelnya level atas dong, DPRD nggak boleh. Tapi kalau anggota DPRD-nya sakit mau operasi, ya boleh. Tapi kalau karena jabatannya (anggota DPRD-red) nggak boleh, tepatnya tidak wajib padanya dikenakan pengawalan itu," jawab Kabag Penum Polri Kombes Pol Rikwanto saat ditanya mengapa sampai wali kota dan DPRD bisa dikawal voorijder.
Hal itu disampaikan Rikwanto di ruangannya Gedung Kadiv Humas Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (16/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Wali kota juga tak boleh, kecuali dalam keadaan emergency butuh pertolongan. Jadi dia bukan yang berhak mendapatkan pengawalan dalam kondisi normal biasa. DPRD dan wali kota, kalau cuma pulang pergi kerja aja nggak boleh dapat pengawalan," tutur Rikwanto.
Beraโrti anggota DPRD dan wali kota yang dikawal voorijder melanggar ya Pak?
"Saya tidak katakan melanggar, tapi tidak termasuk yang boleh dikawal," jawab Rikwanto.
Aturan pengawalan itu sebenarnya sudah ada di UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), tercantum dalam Pasal 134 dan Pasal 135.
Berikut isi Pasal itu:
Bagian Kedelapan
Hak Utama Pengguna Jalan untuk Kelancaran
Paragraf 1
Pengguna Jalan yang Memperoleh Hak Utama
Pasal 134
Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. Ambulans yang mengangkut orang sakit;
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. Iring-iringan pengantar jenazah; dan
g. Konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam UUD 1945, Lembaga Negara RI adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, Wakil Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), MA, MK.
Sedangkan konvoi atau kendaraan kepentingan tertentu dalam Pasal 134 UU 22 Tahun 2009 huruf g, disebutkan "menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia".
Untuk Pasal 134 huruf g, Rikwanto mengatakan Polri memiliki diskresi, atau kebebasan mengambil keputusan sendiri untuk situasi yang dihadapi. Nah, selain hal-hal yang dituliskan dalam UU LLAJ, kondisi yang biasanya diputuskan untuk dikawal seperti konvoi dan unjuk rasa.
"Jadi masih masih diberikan peluang untuk melakukan diskresi bagi Polri siapa yang mau dikawal. Konvoi ya kan, umpama ada pelajar ketangkep lagi lulus-lululusan, ya sudah dikurung dan dikawal gitu lho menuju sekolahnya atau menuju apa. Begitu maksudnya, jadi fleksibelnya di situ. Jadi ada rombongan unjuk rasa, nggak ada kan (disebut dalam UU), tapi mesti digiring, dikawal ke mana. Supaya nggak tercerai-berai dan nggak ganggu lainnya," papar Rikwanto.
(nwk/nrl)