"Ini semacam kesalahtafsiran, surat kuasa dari Presiden sudah diterima pada waktu sidang pertama (gugatan PTUN yang ditolak)," kata Kapuspenkum Kejagung Tony Spontana di kantornya, kompleks Kejaksaan Agung, Jaksel, Kamis (12/3/2015).
Menurut Tony, surat kuasa itu seharusnya berlaku sampai perkara hukum Chan dan Sukumaran selesai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Chan dan Sukumaran mengajukan gugatan perlawanan di PTUN karena grasi mereka ditolak Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kata Tony, upaya hukum itu jugalah yang membuat eksekusi mati tahap kedua belum juga dilaksanakan.
Meski begitu, Tony menegaskan bahwa eksekusi mati bagi 10 gembong narkoba di tahap kedua akan tetap dilakukan. Sebelum itu dilaksanakan, Kejagung ingin betul-betul memastikan seluruh upaya hukum tuntas agar tak ada masalah di kemudian hari.
"(Eksekusi) Tetap jalan terus. Kita tidak ingin menyisakan masalah sekecil apapun. Oleh karena itu, upaya hukum yang dilakukan oleh para terpidana ini kita akan tunggu bagaimana hasilnya. Itu proses, kita tunggu saja," imbuh Tony.
"Kita memberikan penghormatan pada proses hukum yang sedang berjalan. Karena kita tidak ingin menyisakan masalah sekecil apapun ketika eksekusi itu sudah dilaksanakan," sambung Tony menegaskan.
Ditambahkan Tony, tekanan internasional terhadap eksekusi mati tahap kedua tak akan berpengaruh. Indonesia sudah berkomitmen akan memberangus para bandar narkoba.
"Tekanan kan banyak dari dunia internasional, kita dengar itu. Tapi, kan kita sudah komitmen akan jalan terus," tegas Tony.
Sebelumnya, majelis hakim Ujang Abdullah mengatakan, tim jaksa tidak dapat mewakili Presiden Jokowi dalam sidang gugatan perlawanan duo Bali Nine, Kamis (12/3). Hal itu dikarenakan tim jaksa tidak membawa surat kuasa yang lengkap. Sidang pun ditunda.
Menurut jaksa, surat kuasa sebenarnya sudah ditandatangani presiden pada Rabu (11/3) malam. Namun surat kuasa itu belum ditandatangani oleh Jaksa Agung M Prasetyo karena tidak ada di tempat.
(ear/bar)