"Itu proses yang biasa dari mereka. Kalau ada dugaan pelanggaran etika, tentu harus bisa dipastikan kalau itu memang ada pelanggaran sebelum itu berlanjut kepada putusan apakah dia bersalah atau tidak. Saya kira, ya harus," kata Maruarar.
Hal ini disampaikan kepada wartawan di sela-sela Seminar Nasional 'Pemberian Hak Remisi dan Pembebasan Bersyarat', di Graha William Soerjadjaja, Universitas Kristen Indonesia, Jl Mayjen Sutoyo, Jakarta Timur, Kamis (12/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau memang sudah terbukti, menurut saya itu sudah melanggar kode etik hakim," katanya.
Dalam aturan kode etik, hakim dilarang bertemu dengan pihak perkara. Kalaupun ada pertemuan maka harus dilakukan tiga pihak agar tidak ada dugaan yang bisa disalahartikan.
"Di dalam kode etik hakim sudah jelas dikatakan, seorang hakim, bahkan di kantornya sendiri pun, tidak boleh bertemu dengan salah satu pihak saja. Kalau itu di kantornya maka pertemuan dilakukan dua pihak lain, misalnya jaksa penuntut dengan terdakwa. Ini soalnya perkara pidana," sebut mantan Ketua Pengadilan Tinggi Medan itu.
KY membentuk tim investigasi dengan ketua tim langsung dipegang Ketua KY Suparman Marzuki. Tim ini untuk menyelidiki kabar seorang hakim agung makan malam bersama terdakwa korupsi, pengacara dan 2 orang lain. Jamuan makan malam itu bukan sekali, tapi dilakukan beberapa kali di sebuah retoran mewah di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.
Sementara itu, MA menyatakan penyelidikan itu kewenangan KY.
"Saya kira itu ranah KY," ujar jubir MA Dr Suhadi menanggapi terbentuknya tim investigasi ini.
(hat/asp)