Oleh karena sidang terbuka untuk umum, banyak putusan MK tentang judicial review yang mencerahkan.
"Bahkan tidak aneh, kadang orang yang tidak paham hukum dan miskin, bisa memenangkan perkara di MK. MA mesti meniru best practise itu," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma kepada detikcom, Kamis (12/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setahun sebelumnya, buruh yang buta hukum, Andriyani (38) juga bisa mengalahkan negara dalam menafsirkan pasal 169 ayat 1 huruf c UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan seorang diri. Buruh ini mampu mematahkan argumen DPR dan pemerintah dalam menguji UU tersebut di MK. (Baca: Keajaiban Konstitusi, Seorang Buruh Bisa Menang Melawan Negara di MK)
Semua contoh-contoh kasus di atas dilakukan lewat persidangan yang terbuka untuk umum, transparan dan mengundang banyak pihak di persidangan.
"Sebenarnya para pihak mesti dipanggil guna mengonfirmasi apa yang dimaksud oleh para pihak, yang bisa saja tidak bisa baca tulis dan tidak mampu membayar pengacara. MK memberikan ruang untuk itu," cetus Alvon.
Saat ini, judicial review di MA dilakukan secara tertutup. Dalam praktiknya, usai berkas gugatan judicial review didaftarkan ke MA, pemohon tidak pernah dipanggil lagi untuk dimintai keterangan. MA juga tidak pernah menggelar persidangan dan mendengarkan alasan-alasan antara pemohon dengan termohon. Tiba-tiba saja MA memutuskan dalam persidangan yang tertutup tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemohon atau termohon.
"Sudah waktunya pemeriksaan judicial review perundang-undangan di bawah UU, dilakukan terbuka guna menjamin akuntabiltas putusan dan berkualitas," pungkas Alvon.
Penggugat tersebut adalah Muhammad Hafidz, Wahidin dan Solihin. Mereka menggugat Pasal 31A ayat 4 huruf h UU 3/2009 tentang Mahkamah Agung (MA) yang berbunyi:
Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
Pemohon meminta MK memberikan penafsiran konstitusional bersyarat terhadap Pasal 31A ayat 4 UU MA. Sehingga pasal itu berbunyi:
'Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Mahkamah Agung paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan, yang pemeriksaan pokok permohonan dan pembacaan putusan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum'.
Rencananya MK akan menggelar sidang di atas pada hari ini, Kamis (12/3) pukul 13.00 WIB dengan nomor perkara 30/PUU-XIII/2015 dengan agenda perbaikan permohonan.
(asp/nrl)