Demikian disampaikan masyarakat madani Indonesia, Kenya dan Ukraina pada side event kegiatan di sela-sela agenda utama, sidang Commission on Narcotic Drugs (Komisi Narkotika PBB) ke-58 di Wina, Austria, Selasa (10 Maret 2015) waktu setempat.
Masyarakat madani ketiga negara diwakili oleh Edo Agustian (Koordinator Nasional Persaudaraan Korban Nafza/PKNI, Indonesia), Andrey Klepikov (International HIV/Aids Alliance, Ukraina), dan Fatma Jeneby (Muslim Education and Welfare Association, Kenya).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiganya mendorong implementasi pengurangan dampak buruk untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di kalangan pecandu narkoba.
Terus Meningkat
Edo Agustian menggambarkan bahwa berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami peningkatan dari sekitar 186.000 pada 2009 menjadi sekitar 640.000 pada 2013.
Suatu peningkatan tajam mendekati tiga setengah kali lipat atau persisnya 340%.
"Untuk mengatasi persoalan tersebut, PKNI telah melakukan kegiatan terkait pengurangan dampak buruk, yang melibatkan sinergi antara para pengguna dengan masyarakat dan unsur pemerintah," ujar Edo.
Kegiatan itu, lanjut Edo, antara lain berupa pengawasan kualitas program pengurangan dampak buruk dengan Kemenkes, pelayanan dan perawatan berbasis kemasyarakatan, serta kerjasama dengan penegak hukum.
Kendala dan Tantangan
Senada dengan kedua pembicara lainnya, walaupun terdapat kemajuan dalam mengembangkan program pengurangan dampak buruk, masih terdapat kendala yang dihadapi.
Menurut Edo, pola penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum di Indonesia dinilai telah menimbulkan keengganan dan kekhawatiran pengguna narkoba untuk mendatangi tempat rehabilitasi secara sukarela sehingga berpotensi menambah jumlah penderita HIV/AIDS.
Selain itu, tantangan utama yang tengah dihadapi di ketiga negara adalah minimnya dukungan dana dari pemerintah dan berkurangnya bantuan dana dari masyarakat global.
Hal ini mengakibatkan kurang maksimalnya implementasi program pengurangan dampak buruk di ketiga negara.
Dukungan
Dalam kaitan ini, ketiga pembicara mengundang negara-negara dan masyarakat internasional untuk mendukung program pengurangan dampak buruk di Indonesia, Ukraina dan Kenya melalui pendanaan.
Pada sesi diskusi, wakil BNN menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia telah memberikan dukungan pendanaan bagi kegiatan pengurangan dampak buruk.
Dukungan itu khususnya terkait penanggulangan HIV/AIDS dan diharapkan agar sinergi antara pihak pemerintah dan LSM nasional dapat terus dikembangkan di masa depan.
Penasun
Pengurangan dampak buruk merupakan upaya mengurangi dampak pada pengguna narkoba suntik (penasun). Program tersebut mulai berjalan di Indonesia sejak tahun 2007.
Tujuan program ini sebagai sarana rehabilitasi, yaitu untuk mengatasi epidemi HIV/AIDS di Indonesia yang paling banyak berasal dari kalangan pengguna narkoba suntik.
Program dilakukan melalui pemberian alat suntik steril, sebagai cara untuk memutus rantai penularan di antara penasun.
Selain itu, juga dilakukan pemberian layanan Methadone agar secara perlahan, para penasun tersebut terbebas dari jeratan obat-obatan terlarang.
Prakarsa bersama Indonesia-Belanda dalam upaya menanggulangi dampak buruk HIV/AIDS ini menunjukkan bahwa hubungan kedua negara tetap mesra meskipun ada dinamika aktual seputar isu narkoba baru-baru ini.
Sebagaimana disampaikan Minister Counsellor L. Amrih Jinangkung kepada detikcom, kerjasama Indonesia dan Belanda dalam penanganan narkoba tidak terpengaruh oleh perbedaan pendapat terkait hukuman mati, seperti terbukti dari penyelenggaraan side event tersebut.
"Kedua belah pihak tetap saling menghormati satu sama lain sesuai tatakrama dalam hubungan masyarakat internasional," pungkas Amrih.
Kegiatan yang dipandu oleh Deputy Executive Director UNODC Aldo Lale-Demoz tersebut bertujuan untuk bertukar pandangan mengenai tantangan dan pengalaman, khususnya di ketiga negara, mengenai implementasi program pengurangan dampak buruk.
Acara dihadiri oleh para delegasi dari negara-negara maupun LSM yang sedang menghadiri Sidang Komisi Narkotika PBB.
(es/es)