Gagat ditemui oleh Pemprov DKI pada tahun 2013 dan mulai bekerja di sistem e-budgeting DKI pada 2014. Dia mengaku bekerja dengan profesional dan tidak mengutak-atik anggaran Pemprov DKI Jakarta.
"Meskipun ada data itu di server, saya tidak mempunyai kepentingan untuk melihat data apalagi mempublikasikan apabila tanpa izin kecuali kalau diminta buat report, kami buatkan. Tapi semuanya sekarang, terutama tahun 2015, peran saya sudah sangat kecil," kata Gagat saat rapat Tim Angket di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (11/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim Gagat berjumlah 4 orang dan mereka dikontrak serta bekerja dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Selama ini, jasanya juga dipakai para SKPD yang masih kebingungan menggunakan sistem e-budgeting.
"Saya hanya berempat. Itupun pada saat awal dan pada saat penyusunan APBD. Kita kan harus menerima konsultasi dari SKPD-SKPD, kalau saya sendiri tidak cukup. Ada 4 orang di situ. Kalau sudah selesai, kami tinggal 1-2 orang untuk mengawal supaya tidak hang," tutur Gagat.
Gagat tidak tiba-tiba menawarkan sistem e-budgeting ke Pemprov DKI. Justru tim pemprov yang mendatanginya di Surabaya untuk kemudian bekerja sama.
"Kami sebenarnya tidak pernah tawarkan sistem e-budgeting ke DKI. Kami diundang, prakarsa dari BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) dan ada tim TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) yang datang ke Surabaya dan sama teman-teman Pemda Surabaya dikenalkan ke saya. Itu akhir 2013," ungkap pria berkacamata ini.
Gagat mengaku sudah berpengalaman membuat sistem anggaran secara elektronik di beberapa daerah lainnya, namun tidak semuanya terkait RAPBD. Ada sejumlah perbedaan yang ia rasakan antara membuat sistem di daerah lain dan di DKI Jakarta.
"Ketika diundang ke DKI, luar biasa. Tidak ada daerah yang punya SKPD ratusan kecuali DKI. Jadi kami perlu penyesuaian yang cukup signifikan. Besaran anggaran, daerah paling gede di bawah Rp 10 Triliun. DKI di atas Rp 70 triliun. Besar sekali," ungkap lulusan Universitas Airlangga ini.
Sejumlah anggota DPRD mencecar Gagat tentang honor yang ia terima dari mengerjakan sistem e-budgeting untuk Pemprov DKI Jakarta. Gagat mengaku mendapat honor, namun sistem itu ia berikan secara gratis.
"Kami tidak jual (sistem). Saya tidak ngomong pengabdian karena saya dikasih uang. Tapi buat saya, selama sistem itu bermanfaat," ucap Gagat.
(imk/aan)