Anggota DPR Ini Heran dengan Pihak yang Tolak Hukuman Mati Gembong Narkoba

Anggota DPR Ini Heran dengan Pihak yang Tolak Hukuman Mati Gembong Narkoba

- detikNews
Sabtu, 07 Mar 2015 00:59 WIB
Jakarta - Pengadilan kembali meloloskan para gembong narkoba dari hukuman mati, dari Ola hingga si kurir pengantar narkoba dari China ke Indonesia, Chan Man Man. Ketua Gerakan Anti Narkoba (GRANAT), Henry Yosodiningrat kembali mengingatkan bahwa pelaku kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang sangat biadab karena dapat menghancurkan sebuah bangsa.

"Pelaku kejahatan narkoba adalah kejahatan yang sangat biadab, berusaha menghancurkan bangsa kita secara sistematis. Mereka menyadari betul akibat yang mereka lakukan dapat dan semakin akan menghancurkan bangsa kita," ujar Henry dalam pengajian bulanan di kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Jumat (6/5/2015).

Dirinya juga tak habis pikir dengan pendapat beberapa LSMβ€Ž dan pihak lain yang menganggap hukuman mati melanggar HAM dan konstitusi. Menurutnya, tak ada satupun aturan hukum yang terlanggar dalam penerapan hukuman mati kepada gembong narkoba.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita juga tidak melanggar satupun UU internasional, apabila ada yang mengatakan hukuman mati melanggar konstitusi. Konstitusi yang mana? Apakah mereka tahu kalau konstitusi itu adalah UUD 1945? Mereka menyebut pasal 28, tapi mereka juga tidak melihat makna undang-undang bahwa hak hidup diberikan sesuai ketentuan hukum," tegas Henry yang juga anggota komisi III DPR dari PDIP ini.

Dirinya juga meminta pihak internasional untuk tidak mencampuri urusan Indonesia dalam melakukan eksekusi mati. Upaya barter yang ingin dilakukan pemerintah Australia dianggap sebagai sistem tukar guling yang tak perlu diindahkan.

β€Ž"Tindakan barter, apalagi menyebut tentang bantuan tsunami. Sekarang janganlah main sistem tukar guling, kalau gitu kita ga boleh dong, kalau kita tidak mengabulkan pemerintah negara lain, putusan yang sudah memiliki putusan tetap, ditolak oleh Presiden, lantas kok dibatalkan, payung hukumnya apa?" tanya dia.

"Tidak ada alasan lagi untuk membatalkan. Apa mungkin Presiden mencabut Keppres karena tekanan? tidak. Bangsa kita adalah bangsa yang berdaulat dan bermartabat. Sekarang apa sih resikonya kalau kita tidak kabulkan? Paling banter pemerintah Australia menarik dubesnya lalu melakukan embargo, lantas kenapa? Negara kita adalah negara kaya kok," pungkasnya sambil disambut tepuk tangan riuh jemaah pengajian.

(rni/rvk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads