"Kami dari penasihat hukum menyampaikan terdakwa menerima putusan," ujar penasihat hukum Drajad, Yanti Nurdin, menyampaikan tanggapan usai Majelis Hakim membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (6/3/2015).
Sementara itu Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakpus menyatakan pikir-pikir atas putusan Majelis Hakim yang dipimpin Supriyono. Drajad usai sidang menolak berkomentar mengenai putusan hukuman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan pengacaranya, Yanti menyebut Drajad hanya bekerja sesuai tugasnya dalam pengadaan bus TransJakarta. "Kalau peta politik begini gimana? Kita mau fakta persidangan dikupas. Drajad orang biasa, kita maunya usut tuntas sampai ke atas," tegasnya.
Dalam putusan, Majelis Hakim memaparkan penyimpangan pengadaan bus TransJ terjadi mulai tahap perencanaan, pelelangan hingga pengawasan. Drajad selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengabaikan prosedur pengadaan yang wajib dipatuhi.
Dalam pengadaan ini, Drajad Ahdyaksa menyampaikan ke Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi BPPT Prawoto agar membuat perencanaan dengan mengacu kontrak pada tahun 2012.
"Prawoto kemudian menyusun spesifikasi teknis hanya berdasarkan review spesifikasi tahun 2012 dan spesifikasi dari pemegang merk yang disesuaikan dengan spesifikasi teknis menurut PP Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan," ujar Hakim Supriyono.
Hasil penyusunan HPS kemudian diserahkan Prawoto dan Tim BPPT kepada Drajad. Setelah menerima hasil pekerjaan perencanaan, Drajad memberikannya kepada Ketua Panitia Pengadaan Setiyo Tuhu. Selanjutnya Setiyo Tuhu melaksanakan pelelangan untuk 15 paket pekerjaan pengadaan bus single, gandeng dan bus sedang.
Pada proses pelelangan tersebut, penyimpangan terjadi karena perusahaan yang lulus penilaian kualifikasi sebenarnya tidak memiliki Kemampuan Dasar (KD) sesuai dengan pekerjaan yang dilelangkan.
Pada 27 Desember 2013, Drajad tetap menerima bus articulated dan single padahal Agus Sudiarso Direktur PT Ifani Dewi, Chen Chong Kyeong Dirut PT Korindo Motors dan Budi Susanto Dirut PT Mobilindo Armada Cemerlang menyerahkan unit bus yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
"Hingga 27 Desember 2013, masih banyak unit-unit bus yang tidak sesuai spesifikasi, masih ada kekurangan-kekurangan atau pekerjaan belum 100 persen akan tetapi terdakwa tetap melakukan serah terima barang kepada penyedia barang. Dengan demikian terdakwa tidak mengendalikan pelaksanaan kontrak secara benar," tegas Hakim Supriyono.
Setelah berita acara serah terima yang ditandatangani Drajad dengan penyedia barang, maka diterbitkan surat perintah pencairan dana pembayaran kepada perusahaan-perusahaan penyedia barang.
"Akan tetapi terdakwa Drajad Adhyaksa menyetujui pembayaran dan menandatangani kuitansi pembayaran terhadap penyedia barang. Seharusnya penyedia barang telah melaksanakan pekerjaan 100 persen baru disetujui pembayaran. Dengan demikian terdakwa tidak mengawasi pelaksaanan anggaran secara benar," papar Hakim Supriyono.
Total kerugian keuangan negara pada pengadaan bus TransJakarta tahun 2013 ini mencapai Rp 53,466 miliar. Drajad terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Drajad sebelumnya dituntut pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 6 bulan kurungan.
(fdn/aan)