DPD: Konflik Ahok dengan DPRD Bisa Jadi Pelajaran untuk Daerah Lain

DPD: Konflik Ahok dengan DPRD Bisa Jadi Pelajaran untuk Daerah Lain

- detikNews
Jumat, 06 Mar 2015 06:08 WIB
Jakarta - Perseteruan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan DPRD DKI semakin memanas. Untuk itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Farouk Muhammad meminta proses penyelesaian konflik tentang anggaran APBD 2015 bisa segera dituntaskan untuk memberikan contoh yang baik bagi daerah lain.

"Mengingat DKI Jakarta sebagai barometer pembangunan nasional, harus memberikan contoh yang baik dalam penyusunan APBD bagi daerah-daerah lain di Indonesia. Jangan sampai, hubungan yang tidak baik antara Gubernur dan DPRD menjadi preseden yang tidak baik bagi daerah." ujar Farouk dalam keterangan persnya yang diterima detikcom, Jumat (6/3/2015).

Farouk mengatakan, untuk menyelesaikan masalah, pihaknya bersedia menjadi mediator bersama Menteri Dalam Negeri. Dirinya juga mengusulkan empat solusi yang diyakini bisa menyelesaikan pertikaian antara keduanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Empat solusi tersebut ialah, pertama, Menteri Dalam Negeri harus segera memfasilitasi mediasi antara Gubernur DKI bersama DPRD untuk mencari titik temu pengesahan APBD 2015, walau ternyata belum berhasil. Kedua, Penggunaan hak angket oleh DPRD DKI terhadap Gubernur DKI jangan dianggap sebagai langkah untuk memberhentikan Gubernur DKI, tetapi lebih kepada mencari jalan keluar dari pada terhambatnya komunikasi Gubernur dan DPRD selama ini.

Ketiga, jika dalam perjalanannya baik Gubernur atau DPRD menemukan penyimpangan penggunaan anggaran yang memiliki implikasi hukum, sebaiknya diselesaikan dengan jalur hukum dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Sedangkan keempat, masing-masing pihak sebaiknya bisa menahan diri dalam mengeluarkan statemen atau pernyataan yang tidak produktif, sehingga akan semakin menambah kekisruhan yang sudah ada.

"Gubernur dan DPRD sebaiknya meningkatkan komunikasi secara intensif, sehingga bisa meredam isu-isu yang akan menghambat proses pembangunan yang sedang dijalankan." terang Farouk.

Berdasarkan UU. No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3), DPRD memiliki wewenang dan tugas untuk membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi yang diajukan oleh gubernur. Selain itu, DPRD juga berwenang untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi.

"Sangat jelas terlihat, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada proses pengajuan anggaran dilakukan oleh kepala daerah, dalam hal ini adalah gubernur. Sedangkan, DPRD bertugas untuk membahas dan memberikan persetujuan. Oleh sebab itu, sinergi antara kepala daerah dengan DPRD dalam membahas APBD sangat diperlukan, agar tercipta APBD yang berkualitas dan bisa memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah," tutur Farouk.

Peraih gelar master dari University of Florida ini menjelaskan, tidak ada ukuran yang bisa digunakan untuk menyusun anggaran yang berkualitas pada masing-masing daerah. Karena pada dasarnya, proses penganggaran daerah merupakan refleksi dari berbagai tradisi, kapasitas dan institusi yang ada pada masing-masing daerah secara historis.

"Ukuran-ukuran universal yang bisa digunakan oleh daerah untuk mengukur tingkat kualitas anggarannya. APBD yang berkualitas akan sangat tergantung kepada pemenuhan nilai-nilai atau aspek ekonomi, efisiensi, efektifitas, equity atau keadilan, akuntabilitas, dan responsivitas," jelas Farouk. Hal itu tentunya dengan melibatkan seluruh stakeholder yang ada di daerah tersebut.

"APBD yang responsive haruslah dimulai dengan menghimpun seluruh masukan-masukan dari kebutuhan masyarakatnya, mekanisme yang sudah digunakan selama ini adalah dengan melaksanakan Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah (Musrenbangda), mulai dari tingkat terendah hingga ke tingkat Propinsi," imbuhnya.

Farouk mengatakan, kisruhnya penyusunan APBD 2015 Propinsi DKI Jakarta tidak bisa dilepaskan dari pola hubungan yang kurang harmonis selama ini antara Gubernur dengan DPRD. Hal itu menimbulkan saling tidak percaya (distrust) antara kedua belah pihak. Salah satu dampak yang paling dirasakan saat ini adalah terhambatnya proses pembangunan di DKI Jakarta, sebagai akibat dari belum adanya titik temu dalam pengesahan APBD hingga saat ini, yang seharusnya sudah disahkan bulan Januari 2015.

Penyerapan APBD DKI sangat rendah dalam beberapa tahun terakhir. Untuk tahun 2014, penyerapan anggaran adalah sebesar 71 persen dari total anggaran APBD 2014. Farouk mengatakan, DKI harus mulai berbenah dalam memperbaiki penggunaan anggaran yang sudah disusun selama ini. Tentunya juga memperbaiki kinerja SKPD yang masih belum mencapai target yang sudah ditentukan.



(spt/bar)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads