"Kemarin itu seluruh lurah dan camat dikumpulkan di Balai Agung, kita diberi draf versi DPRD dan Versi e-budgeting," ujar Bambang saat ditemui di kantornya, Kamis (5/3/2015).
"Begitu kita lihat sudah ada yang distabilo di draft versi DPRD, untuk Cipinang Cempedak versi DPRD ada yang distabilo yaitu pengadaan pakaian hansip sebesar Rp 65 juta, sementara versi e-budgeting kita tidak pernah mengusulkan," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Versi e-budgeting sendiri kita mengusulkan Rp 7,878.300.936, sementara versi DPRD Rp 7,102.410.000 miliar. Saat disodorkan dua draf itu kami disuruh memilih APBD versi DPRD atau versi pemerintah saya sendiri tanpa melihat lagi langsung pilih versi pemerintah," tutupnya.
Sebelumnya, sejumlah lurah dan camat lainnya juga mengeluhkan adanya perbedaan antara anggaran yang diajukan dengan yang muncul di versi APBD.
Lurah Jelambar, Jakarta Barat, Muhadi menunjukkan perbedaan angka untuk pelaksanaan kerja bakti di kelurahannya.
"Dari anggarannya kalau e-budgeting ada koma, nggak genap, kalau DPRD genap semua. Pelaksanaan kerja bakti kelurahan Jelambar Baru kalau kita Rp 122.537.602, kalau DPRD Rp 123.000.000," terang Muhadi.
Hal yang sama juga ditemukan oleh Lurah Kamal, Jakarta Barat, Mulyono. Dia mengatakan dalam APBD versi DPRD tiba-tiba muncul anggaran untuk pembuatan gapura ornamen di kelurahannya seharga Rp 150 juta, padahal dia tidak pernah mengajukan itu dalam e-budgeting.
"Di kelurahan ada saja pembuatan gapura ornamen Betawi untuk kantor kelurahan Kamal Rp 150 juta. Ini nggak pernah diusulkan melalui Musrembang," kata Mulyono.
(edo/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini