"Menyatakan terdakwa Muhtar Ependy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut," ujar Hakim Ketua Supriyono membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Kamis (5/3/2015).
Majelis Hakim menyatakan Muhtar terbukti mempengaruhi sejumlah orang dalam penyidikan berkaitan pengurusan suap kepada Akil Mochtar. "Terdakwa punya kepentingan agar perbuatan menerima uang oleh terdakwa dalam kaitan mengurus sengketa Pilkada Palembang dan Pilkada Empat Lawang tidak dapat dibuktikan," sebut Hakim Supriyono.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muhtar memang mengarahkan Masyito, istri Romi pada akhir Oktober 2013 agar memberikan keterangan tidak mengenal dirinya, tidak pernah datang dan tidak pernah menyerahkan uang di Bank Kalbar Cabang Jakarta kepada dirinya serta tidak pernah memesan atribut Pilkada Palembang.
Tak cuma itu, Muhtar juga mengintimidasi sopirnya bernama Srino agar memberikan keterangan palsu dengan mengatakan tidak pernah mengantar ke rumah Akil di Kompleks Liga Mas Pancoran Jaksel terkait penyerahan duit titipan Romi-Masyito terkait pengurusan penanganan sengketa Pilkada Palembang di MK.
Sedangkan kepada para pegawai BPD Kalbar Cabang Jakarta, Muhtar meminta agar pertemuan dirinya dengan Masyito termasuk soal setoran duit suap di kantor tersebut ditutupi.
"Terdakwa terbukti merintangi secara langsung dan tidak langsung dengan cara mempengaruhi saksi-saksi Romi Herton, Masyito, Rika Fatmawati, Risna Hasrilianti untuk memberikan keterangan tidak benar pada saat penyidikan ataupun pemeriksaan saksi-saksi di persidangan," sambung Hakim Supriyono.
Selain itu bos PT Promic Internasional ini juga dinyatakan terbukti memberikan keterangan palsu saat diperiksa sebagai saksi dalam persidangan perkara korupsi dan pencucian uang Akil Mochtar. Menurut Majelis Hakim, Muhtar di persidangan menerangkan hanya sekali bertemu Akil Mochtar di ruang kerja Akil di MK pada tahun 2010. Padahal berdasarkan keterangan para saksi lainnya yakni Mico Fanji Tirtayasa dan Daryono juga alat bukti berupa foto, Muhtar bertemu Akil lebih dari sekali.
Pada persidangan terdakwa Akil Mochtar, Muhtar berbohong dengan mengatakan tidak mengenal dan tidak berkomunikasi dengan Romi Herton dan Masyito. Padahal Muhtar pernah bertemu keduanya pada bulan Mei 2013 di Kantor Bank Kalbar PT BPD Kalbar Cabang Jakarta.
"Keterangan terdakwa tidak pernah kenal dan tidak pernah berkomunikasi dengan Romi Herton dan Masyito adalah tidak benar," tegas Hakim Anggota Alexander Marwata.
Muhtar pada persidangan Akil juga menerangkan pernah menitipkan uang kepada Iwan Sutaryadi pada Mei 2013 di Bank Kalbar sebesar Rp 15 miliar yang diklaim uang hasil bisnisnya. "Keterangan terdakwa bahwa uang Rp 15 miliar adalah hasil bisnis terdakwa adalah tidak benar," ujar Alexander.
Majelis Hakim mendasarkan pembuktian berdasarkan keterangan saksi lainnya di persidangan yang menyebut Muhtar pernah menitipkan uang kepada Iwan sebesar Rp 11,395 miliar dan USD 316,700 yang duitnya berasal dari Romi Herton-Masyito terkait pengurusan permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kota Palembang.
Dalam putusan, Hakim Anggota 3 Sofialdi menyatakan beda pendapat (dissenting opinion). Sofialdi berbeda pandangan dengan tiga hakim lainnya Supriyono, Alexander Marwata, M Muchlis dan Saiful Arif dengan menyatakan Muhtar tidak terbukti bersalah pada dakwaan pertama karena perkara Akil Mochtar sudah diputus pengadilan.
"Unsur kesengajaan yang diarahkan pada penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan saksi di persidangan Akil Mochtar tidak terpenuhi," sebut Sofialdi.
Namun amar putusan tetap menyatakan Muhtar terbukti melakukan pidana Pasal 21 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Muhtar juga dinyatakan terbukti melakukan pidana pada Pasal 22 jo Pasal 36 UU Pemberantasan Tipikor.
(fdn/fjr)