Nyanyian Lantang Kejaksaan, Nyanyian Sumbang Pengadilan

Nyanyian Lantang Kejaksaan, Nyanyian Sumbang Pengadilan

- detikNews
Kamis, 05 Mar 2015 08:15 WIB
ilustrasi (rahman/detikcom)
Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo menyatakan perang luar biasa terhadap kejahatan narkoba. Jaksa Agung sebagai salah satu ujung tombak eksekutif di bidang hukum membuktikan dengan mengeksekusi mati gembong narkoba, 6 orang pada Januari 2015 dan 10 orang pada pekan ini.

Tidak hanya dalam eksekusi, dalam proses penuntutan jaksa juga tanpa kompromi. Tapi apa daya, nyanyian lantang jaksa disambut dengan nyanyian sumbang pengadilan.

Seperti dalam catatan detikcom, Kamis (5/3/2015), beberapa kali jaksa menuntut hukuman mati kepada para mafia narkoba tapi pengadilan emoh menjatuhkan hukuman maksimal itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti yang dilakukan Kejari Cibinong, Bogor yang menyeret dua gembong narkoba yaitu WN Malaysia Teng Huang Hui (32) dan WNI Hermanto ke Pengadilan Negeri (PN) Cibinong. Oleh jaksa, keduanya sama-sama dituntut mati dalam perkara narkoba seberat 3,2 kg yang disidang di PN Cibinong. Apa daya, pada 21 Januari 2015, ketua majelis hakim Lilik Sugiarto hanya berani memvonis seumur hidup.

Majelis menganggap keduanya tidak bisa dijatuhi mati karena yang mengatur hidup mati seseorang hanyalah Tuhan YME. Majelis juga menganggap terdakwa bisa saja bertobat.

"Setiap manusia pasti mempunyai sifat untuk berubah," ujar Lilik.

Tuntutan mati juga dilayangkan kepada ratu narkoba Merika Franola alias Ola. Mantan disc jockie (DJ) itu merupakan terpidana mati yang divonis pada tahun 2000 karena kedapatan memiliki heroin sebanyak 3,6 Kg. Tapi manuver hukum Ola membuahkan pengampunan dari Presiden SBY tahun 2012 yaitu vonis matinya diubah menjadi seumur hidup. Namun Ola kembali berulah pada tahun 2013. Dia melakukan transaksi narkoba dan kembali diciduk oleh BNN.

Perempuan asal Cianjur itu lalu disidang oleh PN Tangerang pada Agustus 2014. Jaksa dari Kejari Tangerang kemudian menuntut Ola dengan hukuman mati. Namun Bambang selaku ketua majelis hakim berpendapat lain. Ola divonis 'nihil' pada 2 Maret 2015 dan Ola kembali lolos dari hukuman mati.

"Putusan hakimnya sangat dangkal, tidak cerdas dan ini menimbulkan pertanyaan," kata Ketua DPP Gerakan Nasional Antinarkotika (Granat), Henry Yosodiningrat

"Kok vonisnya bisa nihil? Apakah orang yang sudah divonis seumur hidup boleh membunuh? Boleh juga jualan narkoba? Harusnya ditingkatkan vonisnya dong. Bukan jadi nihil," ujar sambung pria yang juga anggota DPR dari PDIP ini.

Nyanyian sumbang pengadilan tidak sampai di situ. Kali ini giliran kurir perempuan yang berkali-kali mengantar sabu dari China ke Indonesia, Chan Man Man (24) juga lolos dari ancaman hukuman mati. Chan yang didakwa dengan ancaman hukuman mati hanya diberi vonis 18 tahun penjara oleh PN Tangerang pada 12 Januari 2015.

Tidak terima divonis 18 tahun, Chan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banten. Hasilnya pun tetap sama, Chan hanya divonis 18 tahun penjara karena terbukti mengatar koper berisi sabu 3,7 kg.

Sosiolog Musni Umar menganggap hakim yang memvonis ringan mafia narkoba tidak mengerti kondisi bangsa Indonesia yang darurat narkoba. Musni mengatakan, pemerintah sudah all out dalam memerangi narkoba.

"Ini hakim kayaknya tidak mengerti kondisi bangsa kita. Padahal narkoba sudah merenggut banyak nyawa," ucap sosiolog Musni Umar saat dihubungi detikcom beberapa hari lalu.


(rvk/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads