"Menuntut agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Machfud Suroso telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa KPK Fitroh Rohcahyanto membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (4/3/2014).
Machfud dinilai terbukti menyalahgunakan kewenangannya sehingga menguntungkan diri sendiri Rp 36,7 miliar dari proyek pembangunan lanjutan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor. Keuntungan tidak sah tersebut diperoleh Machfud setelah perusahaannya berhasil menjadi subkontraktor pengerjaan mekanikal elektrikal (ME).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelahnya, Machfud bertemu Sekretaris Kemenpora saat itu, Wafid Muharam, bersama Teuku Bagus M Noor dan Arief Taufiqurrahman. Arief Taufiqurrahman menyampaikan PT AK ingin berpartisipasi dalam proyek P3SON.
Untuk memuluskan keinginan agar PT DCL ditunjuk sebagai sub-kontraktor oleh PT AK, Machfud menyetorkan uang pada 14 September 2009 melalui Paul Nelwan sebesar Rp 3 miliar kepada Wafid Muharam. Duit ini sebagai pemberian awal agar PT AK dapat mengerjakan proyek.
Selain pemberian dari Machfud, Teuku Bagus M Noor menurut jaksa juga menyetorkan duit Rp 2 miliar ke Wafid Muharam yang diberikan dalam dua tahap.
Upaya mendapatkan proyek dilanjutkan Teuku Bagus M Noor dan M Arief Taufiqurrahman yang menemui Andi Mallarangeng yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga pada Oktober 2009. Tujuannya mengenalkan PT AK dan kesiapan menggarap proyek Hambalang.
Tapi dalam perkembangannya, M Nazaruddin ternyata ikut menginginkan proyek Hambalang dengan lebih dulu mengeluarkan duit Rp 10 miliar untuk pengurusan proyek. Duit tersebut diberikan Nazaruddin ke Joyo Winoto Rp 3 miliar untuk penerbitan sertifikat tanah, USD 550 ribu untuk Andi Mallarangeng melalui Choel Mallarangeng dan Deddy Kusdinar, dan diberikan kepada duit ke Komisi X DPR Rp 2 miliar," sebut Jaksa Abdul Basir.
Atas permasalahan tersebut, terdakwa meminta bantuan Anas Urbaningrum agar Nazaruddin munduri dari proyek P3SON. Setelah ada kepastian Nazaruddin mundur dari proyek Hambalang, Teuku Bagus M Noor bertemu dengan Deddy Kusdinar, Lisa Lukitawati Isa dan Muhammad Arifin di Plaza Senayan, Jakpus. Deddy meminta PT AK sebagai calon pemenang lelang untuk jasa konstruksi memberikan fee sebesar Rp 18 persen yang kemudian disetujui Teuku Bagus M Noor.
Dalam rangka mengikuti proses lelang jasa konstruksi, PT AK bekerjasama dengan PT Wijaya Karya dalam bentuk Kerjasama Operasi (KSO) Adhi Wika dengan menunjuk Teuku Bagus M Noor sebagai kuasa KSO.
Menurut Jaksa, harga wajar pekerjaan ME Rp 245 miliar. "Namun terdakwa tidak menyetujuinya karena ada beban fee 18 persen sehingga Teuku Bagus M Noor memerintahkan agar harga ME ditambah Rp 50 miliar sehingga menjadi Rp 295 miliar belum termasuk pajak," papar Jaksa Basir.
Akhirnya KSO Adhi Wika meneken surat perjanjian (kontrak) induk dengan nilai kontrak Rp 1,077 triliun pada 10 Desember 2010 dan kontrak anak senilai Rp 246,238 miliar. Selanjutnya pada 29 Desember ditandatangani kontrak anak tahun 2011 dengan nilai Rp 507,405 miliar.
PT DCL menerima pembayaran dari pekerjaan ME total Rp 185,582 miliar. "Dari total uang yang diterima terdakwa Rp 103,5 miliar ditampung di rekening operasional. Sedangkan sisaanya dikelola sendiri oleh terdakwa," papar Jaksa Fitroh.
Menurut Jaksa, dari total pembayaran yang diterima Rp 103,5 miliar, yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan ME hanya sebagiannya. "Yang benar untuk pekerjaan ME Rp 89,62 miliar," sebut Jaksa Basir.
Machfud secara pribadi mendapat keuntungan Rp 36,7 miliar terkait pekerjaan proyek. "Jelas terdakwa telah memperoleh keuntungan selaku subkontraktor pekerjaan proyek P3SON. Selain itu telah menguntungkan orang lain dan korporasi," tegas Jaksa.
Berdasarkan audit investigatif BPK ditemukan penyimpangan proyek meliputi proses perencanaan anggaran, penyimpangan proses pelelangan penyimpangan proses pelaksanan pekerjaan dan penyimpangan perizinan proyek.
Akibat penyimpangan yang membuat proyek Hambalang tidak bermanfaat mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp 464,514 miliar.
Machfud dikenakan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
(fdn/aan)