"Di luar negeri sana masih lebih dari 2.000 kasus (penyiksaan TKI) yang belum ditangani oleh pemerintah. Akarnya karena tidak adanya payung hukum yang benar-benar melindungi," kata aktivis buruh migran Erwiana Sulistyaningsih di Komnas Perempuan, Jl Latuharhary, Jakarta, Selasa (3/3/2015).
Erwiana yang pernah menjadi korban penyiksaan majikan di Hong Kong ini mengatakan Undang Undang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UUPPTKILN) No 39/2004 yang ada saat ini belum mengakomodir para buruh migran sehingga banyak TKI di luar negeri yang mengalami nasib menyedihkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya saat ini pemerintah masih menyerahkan perlindungan TKI kepada pihak agensi. Hal ini justru membuat para TKI rentan eksploitasi dari majikan. "Ada agen yang tidak mau tanggung jawab pada para TKI yang dikirimnya," ucapnya.
Atas hal ini, JBMI menuntut pemerintah merevisi UU PPTKILN dan mendesak agar UU tersebut diratifikasi sesuai dengan konvensi ILO C 189.
Berikut dua tuntutan JBMI:
1. Menuntut pemerintah untuk mencabut Undang Undang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UUPPTKILN) No 39/2004, karena kami anggap tidak sesuai dengan peraturan perlindungan untuk tenaga pekerja buruh.
2. Mendesak pemerintah untuk menciptakan UU perlindungan yang mengadopsi isi dari Konvensi PBB 1990 dan harusnya meratifikasi konvensi ILO C 189 mengenai Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga (PRT) di mana hak PRT Migran lebih dijamin.
(slm/nrl)