"Saya senang atas vonis yang dijatuhkan hakim Amanda Woodcock untuk majikan saya karena memberikan hukuman maksimal. Selain itu hakim juga memutuskan agar majikan saya membayar penuh gaji sebesar 28.800 dollar Hong Kong atau Rp 48 juta," kata Erwiana.
Hal tersebut disampaikan Erwiana dalam jumpa pers Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) di Komnas Perempuan, Jalan Latuharhary, Jakarta, Selasa (3/3/2015). Hadir dalam acara itu Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya dan teman-teman lainnya yang bekerja itu hanya tidur 4 jam dan 20 jam kerja. Tidur pun di lantai gudang, ada penyiksaan verbal dan fisik. Kadang dipukul, ditelanjangi dan disiram pakai air dingin di musim dingin. Kawan-kawan di Hong Kong masih ada yang mengalami hal seperti itu," cerita Erwiana.
Erwiana yang masuk sebagai salah satu dari 100 orang yang paling berpengaruh di dunia versi majalah TIME ini meminta pemerintah tegas dan berani menguak kasus perbudakan modern lainnya. Sebab menurutnya masih banyak kasus-kasus serupa namun tak ditangani serius.
"KJRI Hong Kong sendiri tidak serius menangani kasus buruh migran. Hanya kasus-kasus yang terkuak media saja yang menjadi perhatian KJRI Hong Kong," ucap Erwiana yang kini menjadi aktivis membela buruh migran dan kuliah di sebuah PTS Yogyakarta ini.
Law Wan-tung dinyatakan bersalah atas 18 dari 20 dakwaan yang dijeratkan padanya. Dalam persidangan yang digelar Jumat (27/2/2015) lalu. Seperti dilansir AFP, pengadilan Hong Kong juga mengharuskan Law membayar denda sebesar 15 ribu dolar Hong Kong.
Dakwaan yang dijeratkan pada Law termasuk menimbulkan luka parah dan intimidasi kriminal pada TKI bernama Erwiana dan seorang PRT lainnya, yang juga berasal dari Indonesia. Law dinyatakan bersalah telah meninju kedua WNI tersebut, memukuli keduanya dengan alat pel dan mengancam akan membunuh keluarga mereka.
(slm/nrl)