Detikcom selama empat hari terakhir berkesempatan melihat tata kota dan lokasi wisata di Filipina. Didampingi pemandu rombongan Shell, kami berkesempatan melihat setiap sudut kota. Menariknya tak hanya datang ke obyek wisata saja, pemandu tur juga menunjukan megahnya pembangunan kota.
"Kalau kalian tiba hari Kamis kemarin pasti merasakan bagaimana parahnya arus lalu lintas disini," ujar Antony pemandu wisata Hotel Manila City kepada rombongan, Senin (2/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti dilihat saat ini, pemerintah kami tengah membuat moda transportasi masal yang menghubungkan ke beberapa area wisata," ujarnya.
Faktor keamanan di negeri yang mayoritas penduduknya merupakan penganut Nasrani ini, cukup terjamin. Meskipun umat Muslim hanya berkisar 10%, toleransi tetap terjaga.
"Kita di sini nyaman meski ada perbedaan. Meski sedikit, ada konflik tapi itu jauh disana di daerah Mindanau," tuturnya.
Megahnya bangunan pencakar langit di Filipina seakan memperlihatkan tingginya investasi di negeri tersebut. Pemerintah setempat nampaknya telah melokalisasi wilayah strategis yang dimanfaatkan sebagai bisnis dan pemukiman elite. Berbanding jauh dengan di wilayah pinggirannya tepatnya di Colegio San Agustin Makati.
"Kalau tadi melihat gedung pencakar langit yang merupakan sentra bisnis, saya juga akan memperlihatkan wilayah yang kumuh di Filipina, mungkin departemen pariwisata akan memarahi saya tapi akan saya karena tur ini tidak akan adil kalau memperlihatkannya yang bagus-bagus saja," tuturnya.
Rombongan pun diajak untuk melihat wilayah kumuh lainnya yang hanya berjarak beberapa blok dari Makati City. Kami diperlihatkan sisi lain dari kota Filipina. Tampak bangunan semi permanen kumuh yang saling berdempetan.
"Ini merupakan pabrik bayi, karena mereka yang tinggal disini berpenghasilan dibawah rata-rata sehingga selesai bekerja mereka akan habiskan malamnya dengan buat anak," celetuk Antoni.
Mirisnya tak hanya di Jakarta saja, di kota ini kita dapat melihat warga yang bertempat tinggal di area pemakaman. Mereka adalah warga dengan penghasilan rendah yang tak mampu membayar sewa rumah.
"Ini merupakan pemakaman milik pemerintah, kalau keluarga yang memiliki uang lebih bisa bangun rumah pemakaman sehingga satu bangunan bisa diisi beberapa jenazah. Nah kalau mereka tidak mampu kita ada container yang disiapkan untuk menaruh tulang belulang mereka," tutupnya.
(edo/kff)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini