"Ada yang masih menjadi misteri dan perlu diteliti. Seperti bagaimana proses melahirkan, bagaimana dia terjadi pembuahan. Saya berharap kepada siapa saja untuk menelitinya," kata Djoko saat ditemui di kantornya di ITB, Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/2/2015).
"Katak ini tak punya alat kelamin sekunder, tapi spermanya bisa masuk, inilah pertanyaan besar. Memang belum ada pembuktian. Saya berharap rekan-rekan di daerah bisa meneliti lebih lanjut," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu ekor katak betina, kata pria yang pernah mendapat sederet penghargaan ini, bisa melahirkan 60 hingga 100 kecebong sekali keluar. Baginya, itu adalah data bagus.
"Makanya saya tak takut katak ini punah," terangnya.
Apakah kecebong betina itu saat dewasa nanti melahirkan juga?
"Logikanya pasti melakukan serupa. Saya pernah bedah katak unik ini, ada telurnya. Terus telurnya disimpan di air, lalu berkembang. Jadi telur itu sudah dibuahi. Untuk mengetahui perilaku katak ini, sebenarnya bisa dipelihara di aquarium. Ukuran katak ini maksimal lima centimeter," jawabnya.
Djoko bekerja sama dengan Ben J Ebans dari Mc Master University di Kanada dan Jimmy A McGuire dari University of California di Berkeley, untuk mengidentifikasi satwa tersebut. Temuan katak bernama Limnonectes larvaepartus dipublikasikan di jurnal PLOS ONE edisi Rabu 31 Desember 2014.
Di jurnal tersebut, Djoko dkk menulis katak baru ini dimasukkan ke golongan hewan yang berkembang biak secara larvivar. Artinya, telur menetas, tapi berkembangnya berdasarkan kuning telur sebagai sumber maaknan. Jadi induk tidak memberi makanan tambahan. "Kalau kelaparan keluar sendiri. Larvivar ini istilah baru," imbuhnya.
Hampir seluruh spesies katak di dunia yang jumlahnya mencapai 6.000 selalu bertelur saat kawin. Sedangkan si jantan melepaskan sperma untuk membuahinya. Hal ini disebut proses fertifilisasi internal. Hanya Limnonectes larvaepartus yang melahirkan kecebong.
(bbn/mad)