Badrodin mengaku sudah membaca surat Bambang, namun belum membalasnya. Calon tunggal Kapolri menggantikan Komjen Budi Gunawan ini menerangkan pertimbangan penambahan pasal yang jadi keberatan Bambang.
"Kalau itu pasal yang dipersoalkan tambahan pasal, itu memang dimungkinkan. Karena setiap 1 perbuatan itu bisa saja dijuntokan pada pasal lain yang kemungkinan juga bisa masuk di pasal itu. karena di dalam hukum tentu banyak penafsiran-penafsiran yang harus kita hormati," kata Badrodin saat dimintai tanggapannya atas surat BW di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (27/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
โSalah satu poin yang dipersoalkan BW yakni adanya pasal baru yang ditambahkan penyidik pada setiap pemeriksaan. Bambang memang sudah dua kali diperiksa Bareskrim.
Menanggapi itu, Badrodin menyebut penentuan pasal-pasal sangkaan merupakan hasil dari pengembangan pemeriksaan perkara.
"Itu kan hasil dari pemeriksaan, tentu berkembang, kesaksian seseorang bisa berkembang ke yang lain-lain, oleh karena itu, itu merupakan dinamika penyidikan, nggak dilarang Undang-Undang," ujarnya.
Adanya penambahan pasal itu menjadi alasan BW untuk tidak datang menjalani pemeriksaan. Badrodin mengatakan pihaknya akan memberikan penjelasan ke BW.โ
"Kita kasih penjelasan, setelah itu kita akan panggil, kalau nggak datang ya akan ada perintah membawa," kata Badrodin.
Apakah itu artinya dijemput paksa? "Perintah membawa itu, ya kita ketemu dimana saja harus dibawa ke kantor," tegas dia.
Berikut alasan-alasan BW tak mau diperiksa penyidik Bareskrim:
1. Alamat yang tertera dalam surat panggilan salah dan tidak sesuai dengan alamat yang tertera di KTP yang masih berlaku.
2. Tempus delicti dalam surat panggilan berubah, di surat penangkapan tertulis bulan Juli, sementara di surat panggilan berubah, di surat penangkapan tertulis bulan Juli, sementara di surat panggilan tertulis bulan Juni.
3. Adanya pasal sangkaan yang berubah-ubah dan terus bertambah tanpa ada alasan hukum yang jelas.
4. BW sebagai tersangka tak kunjung mendapatkan BAP yang menjadi haknya sebagaimana diatur dalam Pasal 72 KUHAP. Pihak Bareskrim terus berkelit untuk memberikan BAP yang menjadi hak BW sebagai tersangka
5. Adanya rekomendasi dari Ombudsman RI yang menyatakan telah terjadi maladministrasi dalam proses penangkapan BW dan adanya berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh Kombes Daniel Bolly Tifaona selaku Kasubdit VI Direktorat Tipideksus.
6. Dalam temuan Ombudsman juga diketahui adanya nama Kombes Viktor E Simanjuntak yang โikut melakukan penangkapan terhadap BW, padahal namanya tak ada dalam Sprindik, surat perintah penggeledahan dan surat perintah penangkapan. Belakangan diketahui bahwa Kombes Viktor adalah pamen di Lemdikpol Polri, yang artinya bahwa Kombes Viktor bukan penyidik dan tidak berhak melakukan penangkapan.
7. Berdasarkan hasil temuan Komnas HAM bahwa dalam kasus BW telah terjadi penyalahgunaan wewenang, pelanggaran hak asasi, dan penggunaan kekuasaan yang eksesif, sehingga pihak BW meminta adanya gelar perkara khusus sebelum penyidikan dilanjutkan.
(idh/fdn)