Jika dana Rp 1 triliun itu dibagi ke 560 anggota DPR, maka setiap anggota akan mendapatkan sekitar Rp 1,78 miliar per tahun atau Rp 148,8 juta per bulan. FORMAPPI melihat anggaran ini belum bisa bermanfaat untuk kepentingan rakyat.
"Mengacu pada UU MD3 Tahun 2014 dan Peraturan DPR No. 1/2014 tentang Tata Tertib DPR, kedudukan hukum rumah aspirasi sebagai sasaran untuk pengalokasian anggaran, sebenarnya sangat lemah dan masih ditemukan ketidakjelasan dalam pengaturannya," ujar peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) M Djadijono di Jakarta, Jumat (27/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan pemantauan dan kajian FORMAPPI, hanya 28 anggota DPR periode 2009-2014 telah memiliki dan mengelola rumah aspirasi atas inisiatif sendiri dan membiayai operasionalnya dari dana pribadi, gaji maupun tunjangan sebagai anggota DPR.
"Alokasi anggaran Rumah Aspirasi dari APBNP 2015, justru akan mematikan prakarsa, inisiatif, keswadayaan, dan kesungguhan anggota DPR dalam melayani konsituennya," ujarnya.
Saat ini Setjen DPR baru mengeluarkan imbauan agar anggota DPR membentuk rumah aspirasi. Hal ini dipertanyakan FORMAPPI, bagaimana bisa anggaran sudah disahkan namun belum ada panduan dan model pengelolaan rumah aspirasi.
"Patut diduga bahwa anggaran Rumah Aspirasi belum direncanakan dan dipersiapkan dengan matang. FORMAPPI menduga, ini hanya sebagai modus untuk โmengurasโ kelebihan anggaran dalam APBNP 2015. Implikasinya dapat diprediksi bahwa anggaran Rumah Aspirasi tidak akan efektif penggunaannya dan hanya merupakan pemborosan uang rakyat," paparnya.
FORMAPPI berpendapat bahwa sebaiknya anggota DPR mengoptimalkan dana reses saja untuk rumah aspirasi. Selama ini, anggota mendapat dana RP 150 juta setiap reses.
"Mendesak DPR dan pemerintah membatalkan anggaran rumah aspirasi dalam APBN-P 2015, dan merealokasi anggaran tersebut untuk program yang bermanfaat langsung bagi kesejahteraan masyarakat," tutur Djadijono.
"FORMAPPI mengimbau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) untuk mereview dan mengawasi anggaran Rumah Aspirasi untuk mencegah praktek-praktek pemborosan penyalahgunaan anggaran negara," tutupnya.
(imk/erd)