Di depan puluhan siswa dan guru Yayasan Pendidikan Islam Diponegoro, Anies bercerita jika keberaniannya berbicara di depan umum berawal ketika dia duduk di kelas 1 SMP. Kala itu Anies kecil ikut menjadi bagian dalam Organisasi Siswa (OSIS).
"Di Osis dapat tugas paling rendah karena anak baru, yaitu jadi anggota seksi pengabdian masyarakat. Tugasnya mengumumkan berita duka kalau ada warga sekolah yang meninggal dunia," kata Anies yang disambut tawa hadirin di Yayasan Pendidikan Islam Diponegoro, Jl Kaliwidas, Pasar Kliwon, Surakarta, Kamis (26/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Wajah kami dikenal sebagai wajah kematian yang menyampaikan berita duka. Awalnya saat berbicara di depan kelas selalu pakai kertas dan tangan gemetar," ujarnya disambut tepuk tangan hadirin.
Bahkan saat masuk ke kelas yang lebih senior, Anies dan dua temannya saling tunjuk untuk menjadi orang yang mengumumkan kabar. Saking seringnya berkeliling kelas, semua siswa hafal wajah mereka.
Setahun berjalan, Anies dan teman sudah terbiasa berbicara di depan kelas. Mereka tidak malu dan canggung seperti dulu.
"Setahun kemudian, 3 anak ini yang paling bagus public speakingnya," kenang Anies bangga.
Selain belajar bicara di depan umum, ternyata tugas di Osis itu juga mengajarkan Anies untuk bernegosiasi dengan teman. Saat berkeliling mereka tak bisa mengikuti pelajar, alhasil materi yang disampaikan guru jadi tertinggal.
"Kami juga jadi belajar negosiasi pinjem catatan teman," katanya.
"Hal-hal seperti ini sering tidak dianggap pelajaran. Padahal, saya bisa bicara begini itu bekas latihan kelas 1 SMP itu," kenang Anies.
(slm/aan)