Pengakuan Gila WN Brasil Jelang Eksekusi Mati Tak Berpengaruh Apapun

Pengakuan Gila WN Brasil Jelang Eksekusi Mati Tak Berpengaruh Apapun

- detikNews
Kamis, 26 Feb 2015 08:07 WIB
Jakarta - Warga Negara (WN) Brasil Rogrido Gularte tiba-tiba dianggap mengalami gangguan jiwa jelang pelaksanaan eksekusi mati di Nusakambangan. Dalam hukum di Indonesia, hal tersebut tidak bisa menunda hukuman mati.

"Setahu saya kalau ada penundaan eksekusi mati itu adalah terhadap orang hamil sampai dia melahirkan, setelah itu baru dilaksanakan eksekusi," ucap ahli hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Akhiar Salmi ketika berbincang, Kamis (26/2/2015).

Akhiar menjelaskan bahwa orang yang mengalami gangguan jiwa memang tidak dapat dipidana berdasarkan pasal 44 KUHP. Namun hal itu hanya berlaku ketika orang tersebut melakukan tindak pidana. Nah, dalam kasus Rodrigo, pria asal Brazil itu tidak mengalami gangguan jiwa saat melakukan tindak pidana tetapi jauh setelah putusan hukumnya berkekuatan tetap.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kapan dia gangguan jiwanya? Kalau dia dari awal dahulu itu โ€Žbisa dipakai pasal 44 dan berdasarkan KUHP itu orang yang gangguan jiwa tidak bisa dipidana, pakai pasal 44. Ini kan tidak pernah diungkap ketika pengadilan negeri, ketika banding, ketika kasasi," papar Akhiar.

"Yang penting ketika dia melakukan itu, dia ada gangguan jiwa atau tidak, bukan setelah ini diproses, ini tidak bisa meniadakan hukuman matiโ€Ž. Tapi kalau sudah diputus, dia gangguan jiwa itu nggak ngaruh," imbuh Akhiar.

Perihal hukuman mati sendiri telah diatur dalam Pasal 11 juncto Pasal 10 KUHP dan UU No 2 PNPS Tahun 1964. Dan berdasarkan aturan tersebut tidak ada yang menghalangi hukuman mati pada orang yang mengalami gangguan jiwa setelah peristiwa pidana yang dia lakukan, kecuali pada terpidana yang sedang hamil untuk ditunggu hingga 40 hari setelah melahirkan baru dapat dieksekusi.

Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) sendiri tengah melakukan pemeriksaan untuk mencari pendapat dari beberapa pihak soal perilaku aneh Rodrigo. Namun Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan hal itu tidak menunda pelaksanaan eksekusi mati.

"Kalau pun ada yang mengatakan gangguan jiwa, kita akan minta semacam second opinion karena yang waktu itu yang meminta dokter itu adalah penasihat hukum yang bersangkutan," ucap Prasetyo.

Sementara itu, keluarga Rodrigo mengungkapkan mental Rodrigo saat ini semakin memburuk bahkan memprihatinkan. Dalam pikirannya tidak ada yang masuk akal.

"Dia selalu bercerita hal yang sangat aneh. Dalam pikirannya dia punya kapal. Dia juga mendengar suara-suara yang sedang membicarakan kucing. Semua ceritanya terdengar aneh dan tidak masuk akal," kata sepupu Rodrigo, Marlice Gularte pada wartawan usai menjenguk Rodrigo di LP Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (24/2).

Rodrigo Gularte berasal dari Curitiba, Brasil dan ditahan pada tahun 2004 bersama 2 WN Brazil yang menjadi kurir lantaran membawa masuk kokain seberat 6 ribu gram ke Indonesia dengan cara disembunyikan di papan seluncur. Rodrigo divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang dan grasinya pernah ditolak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dia dipindahkan dari LP Tangerang ke LP Pasir Putih di Nusakambangan pada 7 tahun silam dan kini akan menghadapi eksekusi mati.


(dha/vid)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads