Awas Tragedi Nunukan Terulang

TKI Ilegal (1)

Awas Tragedi Nunukan Terulang

- detikNews
Kamis, 03 Feb 2005 09:48 WIB
Jakarta - Berbicara tentang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mengadu nasib di luar negeri adalah berbicara kerasnya perjuangan hidup. Nasib 'pahlawan devisa' ini sepertinya tak putus dirundung masalah.Di negara tujuan, banyak TKI menjadi korban kekerasan sampai kematian. Tidak jarang pula mereka akhirnya harus mendekam di balik penjara tanpa mengerti proses hukum yang terjadi atas dirinya. Bantuan hukum selalu datang di menit-menit terakhir.Tengok saja peristiwa yang dialami oleh Edi bin Asmawi, TKI asal Nusa Tenggara Barat. KBRI di Malaysia baru mengetahui nasib Edi setelah dua tahun dipenjara. Padahal ancaman hukuman yang dihadapi Edi tidak main-main. Dia diancam hukuman mati karena dianggap membunuh orang tua majikannya.Demikian juga nasib Casingkem binti Aspin (22) dan Istiqomah binti Misnad (36) yang disandera gerilyawan Irak. Bayangkan, untuk beberapa lama Pemerintah Indonesia sempat kebingungan identitas keduanya. Kasus ini semakin menguak kebobrokan penyaluran tenaga kerja Indonesia.Casingkem yang berasal dari Indramayu, Jawa Barat (Jabar), sempat disebut sebagai Novita Sari, warga Malang, Jawa Timur (Jatim), Rafikan dari Cianjur, Jabar. Begitu pula dengan Istiqomah yang jelas-jelas berdomisili di Banyuwangi, Jatim, justru tercantum nama Rosidah asal Sukabumi, Jabar. Parahnya lagi, kedua wanita yang berniat bekerja di Malaysia dan Singapura justru nyasar ke Yordania sebelum akhirnya terdampar di Irak. Padahal, mereka tak memiliki visa di kedua negara Timur Tengah itu. Aneh bin ajaib, memang.Sekadar menyegarkan ingatan, media massa nasional pernah mengangkat jutaan kasus yang dialami tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Pada tahun 2001, misalnya, Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia (Kopbumi) dalam siaran persnya mencatat adanya 2.234.143 kasus TKI, 33 di antaranya kehilangan nyawa dan 107 mengalami penganiayaan disertai pemerkosaan. Pada tahun 2002.Semenjak krisis ekonomi, jumlah TKI yang bekerja di luar negeri memang terus meningkat. Sayangnya hal ini tidak diimbangi dengan meningkatnya kualitas perlindungan. Akibatnya, dari tahun ke tahun, deretan TKI yang jadi korban kekerasan semakin panjang. Tingginya angka kasus, luasnya ragam persoalan, dan banyaknya jumlah korban menunjukkan betapa miskinnya perlindungan terhadap TKI, di dalam dan di luar negeri.Belakangan ini pemerintah Indonesia kembali disibukan kembali dipusingkan dengan masalah TKI ilegal, khususnya di Malaysia, kembali menjadi persoalan besar. Pemerintah Malaysia meminta para TKI ilegal segera meninggalkan negaranya. Hal tersebut terkait dengan berakhirnya masa amnesti (pengampunan) yang diberikan pemerintah Malaysia kepada para imigran gelap tersebut pada 31 Januari 2005. Mereka yang tidak memanfaatkan kesempatan meninggalkan Malaysia bisa dihukum lima tahun penjara atau dikenai denda sebelum dideportasikan. Pria di bawah usia 50 tahun akan dicambuk.Awalnya, amnesti bagi tenaga kerja ilegal dijadwalkan akan berakhir 31 Desember lalu, diperpanjang selama sebulan karena khawatir dapat memperburuk krisis kemanusiaan di Indonesia dan negara-negara lain yang dilanda gempa dan gelombang tsunami 26 Desember lalu. Di Malaysia terdapat sekitar sejuta tenaga kerja ilegal asal Indonesia, yang sebagian berasal dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dari jumlah itu, sekitar 270.000 orang sudah pulang kembali kempung halaman sejak awal masa amnesti, 29 Oktober 2004.Pengusiran terhadap TKI ilegal sebenarnya bukan untuk pertama kalinya. Pada tahun 2002, tepatnya dibulan September, hal serupa juga pernah dilakukan oleh pemerintah Malaysia. Ribuan TKI ilegal dipaksa balik kandang dengan berbagai kondisi yang mengenaskan. Bayi dan wanita hamil tidak terkecuali.Situasi menjadi lebih buruk karena ketidaksiapan pemerintah Indonesia sendiri. Ribuan TKI ilegal itu menderita di tempat penampungannya, di Nunukan, Kalimantan Timur. Tidur tanpa alas, makan seadanya, dan sanitasi yang buruk mengisi setiap hari kehidupan para TKI tersebut. Buntutnya, puluhan TKI meninggal dunia.Kepulangan ribuan TKI kali ini agaknya perlu disikapi secara lebih profesional oleh semua pihak. Pemerintah harus bisa menggerakkan semua potensi untuk mengurus kepulangan para TKI ini. Kita semua tentunya tidak ingin tragedi di Nunukan itu terulang kembali."Banyak TKI yang pulang dalam keadaan depresi atau sakit yang belum sembuh. Jika ini dibiarkan bukan tidak mungkin tragedi Nunukan itu bakal terulang," ujar Dina nuriyati, Ketua Federasi Organisasi Buruh Migran Indonesia (Fobmi).Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri sudah memerintahkan menteri-menterinya mengantisipasi kedatangan TKI ini. Presiden meminta prosedur dan administrasi kepulangan TKI disederhanakan. Namun semua ini baru permintaan dari Presiden SBY, fakta di lapangan memang masih dipertanyakan.Bukan rahasia umum lagi bahwa TKI juga kerap menjadi sapi perahan bagi banyak pihak. Terkadang mereka tiba dengan selamat dari negeri orang, tetapi justru menjadi korban pemerasan di negeri sendiri."Proses antisipasi kedatangan TKI seharusnya tidak hanya di titik-titik pemulangan saja, tetapi juga di tempat-tempat daerah di mana mereka pulang. Bagimana pemerintah mengatur agar mereka tidak dengan mudah di pengaruhi oleh para calo dan sebagainya," kata Dina. (djo/)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads