Bersitegang dengan Australia, JK: Hukum dan Ekonomi Jangan Dicampur Aduk

Bersitegang dengan Australia, JK: Hukum dan Ekonomi Jangan Dicampur Aduk

- detikNews
Selasa, 24 Feb 2015 15:55 WIB
Jakarta - Keputusan Presiden Joko Widodo untuk segera mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba berbuntut panjang. Salah satunya adalah hubungan pemerintah Indonesia dengan Australia yang mulai memanas. Pasalnya dua narapidana yang akan dieksekusi adalah warga negara Australia.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mememastikan bahwa rencana eksekusi mati terhadap dua warga Australia tak akan mengganggu kerjasama di bidang ekonomi, khususnya perdagangan sapi.

Menurut Kalla sapi adalah satu komoditas yang cukup tinggi diperdagangkan dengan Australia. Hingga sekarang itu tetap akan berlangsung normal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketegangan kali ini, kata JK, bukanlah yang pertama kali terjadi antara kedua negara. Tapi ketika itu terkait politik dan hukum, maka tidak bisa dicampuradukkan dengan persoalan ekonomi. "Hukum jalan, ekonomi jalan, politik jalan, jangan dicampur aduk," kata JK kepada wartawan di kantor BKPM, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (23/2/2015).

Sebelumnya Perdana Menteri Australia Tony Abbott melayangkan protes atas keputusan pemerintah Indonesia yang akan mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba. Bahkan dia mengungkit kembali bantuan 1 juta miliar dolar yang diberikan Australia saat terjadi bencana tsunami di Aceh tahun 2004 lalu.Β 
Β 
Abbott ingin Indonesia membalas bantuan itu dengan membatalkan hukuman mati bagi dua warganya. Namun protes Tony Abbott ditanggapi tak kalah keras oleh pemerintah Indonesia. Bahkan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat mendesak pemerintah menghentikan impor sapi dari Negeri Kanguru itu.

"Kita mendesak pemerintah menghentikan impor sapi dari Australia baik indukan, betina produktif atau daging beku. Australia harus tahu pasar terbesar yaitu 60 persen adalah Indonesia. Kalau tidak hormati Indonesia, saya desak untuk tolak impor sapi," kata Wakil Ketua Komisi IV Viva Yoga Mauladi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (23/2/2015).

Saran yang sama datang dari Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais. Politisi Partai Amanat Nasional itu mengatakan bahwa upaya Indonesia dalam menegakkan hukum tidak bisa diintervensi negara lain.

Pergaulan internasional penting, namun apabila negara lain mulai mengganggu kedaulatan, maka sikap tegas wajib diambil. Bila Australia makin menunjukkan sikap kerasnya, bukan tidak mungkin Indonesia mengambil langkah ekstrim.

"Terhadap Australia, kalau mereka sudah mengancam serius, maka kita juga bisa menolak seluruh hasil ekspor ternak mereka ke Indonesia," kata Hanafi.


(erd/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads