Ketiganya bekerja di salah satu restoran Indonesia di Malaz, Riyadh. Ada yang menjadi chef dan juga waiter.
"Mereka bertahan bukan tanpa alasan, melainkan karena tidak kunjung dipulangkan oleh majikannya ke Indonesia. Agus terakhir pulang ke Indonesia 16 tahun yang lalu, sementara sejak awal bekerja 19 tahun yang lalu, Pepe belum pernah pulang sama sekali, sedangkan Slamet terakhir pulang untuk sementara (cuti) adalah 11 tahun yang lalu," jelas Sekretaris Ketiga KBRI Riyadh, Chairil Anhar Siregar saat memimpin Tim Perlindungan WNI KBRI Riyadh 'blusukan', dalam siaran pers, Selasa (24/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"sampai-sampai ia tidak dapat menyaksikan pernikahan anaknya dan kehadiran cucunya," jelas Ahrul.
Kendala utama yang mereka hadapi adalah sejak berganti kepemilikan rumah makan tempat mereka bekerja pada 2010 lalu, ketiganya belum dibuatkan kartu identitas (iqamah) baru. Sedangkan iqamah lama mereka yang masih atas nama pemilik rumah makan sebelumnya, sudah 2 tahun kadaluarsa.
"Di samping itu, paspor mereka ditahan majikannya dan tidak pernah diperbaharui. Otomatis, saat ini status ketiganya adalah pekerja ilegal. Oleh karena itu, mereka tidak bisa mengakses fasilitas di Arab Saudi. Mereka menumpang nama temannya sesama pekerja asal Indonesia untuk mengirim uang ke keluarganya di Indonesia dan kesulitan mengakses fasilitas kesehatan," terang Ahrul.
Tim tertegun ketika mendengar cerita Pepe Bin Mamad yang sempat melakukan pemeriksaan radiologi (rontgen) dan didiagnosa menderita penyakit ginjal yang mengharuskannya untuk segera menjalani opname, tapi tidak bisa karena tidak memiliki iqamah.
Merekapun enggan kabur karena telah dipercaya mengatur alur keuangan rumah makan tersebut sehingga khawatir akan dituduh melarikan uang bila kabur. Bila itu terjadi, hampir dapat dipastikan upaya pemulangan mereka akan terhambat.
"Sebenarnya kasus ketiga pekerja Indonesian Island Restaurant bukan pertama kalinya ditangani KBRI Riyadh. Sebelumnya selama periode 2013-2014 Tim Perlindungan WNI KBRI Riyadh pernah memfasilitasi ketiganya untuk menuntut pesangon atas masa kerja mereka yang telah cukup lama menjalankan rumah makan tersebut," urai Ahril.
Melalui beberapa kali persidangan di maktab amal (Dinas Ketenagakerjaan Kota Riyadh), Tim berhasil memenangkan pesangon sebesar SR. 17.500 untuk masing-masing pekerja dari tuntutan awal sebesar SR. 34.000.
"Tim menghimbau mereka untuk sekali lagi meminta secara baik-baik kepada majikannya agar dapat memulangkannya, bila perlu hanya cuti untuk kembali lagi ke Riyadh. Apabila tidak berhasil, maka Tim akan memediasi pertemuan mereka dengan majikannya untuk mencarikan jalan keluar terbaik bagi kedua belah pihak. Bilapun cara tersebut tidak membuahkan hasil, maka Tim akan menindaklanjuti permasalahan ini ke pihak-pihak yang berwenang di Arab Saudi melalui jalur diplomatik," tegas Ahrul.
"Tim Perlindungan WNI akan mengupayakan pemulangan mereka walaupun kepulangan mereka mungkin akan membuat Indonesian Island Restaurant tutup dan kita kehilangan salah satu rumah makan Indonesia terbaik di Riyadh. Namun masih banyak SDM berkualitas yang berkecimpung di bisnis rumah makan di Indonesia yang dapat mengganti kehadiran mereka dan KBRI siap memfasilitasi pergantian itu," tutup Sekretaris Tiga KBRI Chairil.
(ndr/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini