"Pertama, perolehan suara terendah dalam sejarah PAN terjadi pada Pemilu 2009, baik dari jumlah maupun persentase suara. Ini adalah periode kepengurusan DPP PAN 2005-2010, dengan Ketua Umum Soetrisno Bachir, Sekretaris Jenderal Zulkifli Hasan, Bendahara Umum Asman Abnur dan Ketua Bappilu Totok Daryanto. Ketua Fraksi PAN DPR RI menjelang pemilu adalah Zulkifli Hasan," kata Dradjad lewat pesan elektronik kepada detikcom, Minggu (22/2/2015).
Sementara itu perolehan suara tertinggi dalam sejarah PAN terjadi pada Pemilu 2014, baik dari jumlah maupun persentase suara. Ini adalah periode kepengurusan DPP PAN 2010-2015.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama-nama yang disebut Dradjad itu kembali masuk dalam tim sukses Hatta baik secara terbuka maupun silent. Dradjad lantas mengungkap perolehan suara PAN di Pemilu 2014 bahkan lebih tinggi dibandingkan saat PAN dipimpin Amien Rais di era reformasi.
"Perolehan suara PAN pada tahun 2014 bahkan lebih tinggi dari tahun 1999. Padahal, pada tahun 1999 tersebut PAN masih menikmati euforia reformasi," terangnya.
Kontan saja apa yang disampaikan Dradjad menuai reaksi keras dari kubu Zulkifli Hasan. Tim Zulkifli menuding Dradjad tidak jujur dalam mengungkap data fakta empat Pemilu yang dilalui PAN itu.
"Membaca angka-angka statistik perolehan suara PAN pada Pemilu-pemilu yang lalu saya melihat ada ketidakjujuran dilakukan politisi ilmuwan Dradjad Wibowo yang menjadi Timses incumbent Hatta Rajasa. Cara menghitungnya tidak fair karena ada variabel penting yang tidak dimasukkan," kata politikus senior PAN di kubu Zulkifli Hasan, Totok Daryanto, dalam pesan elektronik kepada detikcom, Senin (23/2/2015).
Totok berpandangan menempatkan persentase perolehan suara PAN untuk membandingkan prestasi pimpinan partai pada periode tertentu harus dilihat dalam perpektif yang utuh. Angka-angka statistik tidak bisa dicomot sepotong-sepotong tetapi harus diletakkan pada konteksnya secara seimbang.
"Persentase perolehan suara partai politik dalam Pemilu sangat dipengaruhi oleh jumlah kontestannya yakni partai politik peserta Pemilu. Mengambil data pada 3 pemilu terakhir, jumlah parpol peserta Pemilu sebagai berikut. Pemilu 2004 diikuti 24 partai PAN memperoleh suara 6,44%, Pemilu 2009 diikuti 38 partai PAN mendapatkan suara 6,01%, dan Pemilu 2014 diikuti 15 partai PAN mendapat suara 7,59%," kata Totok.
Persentase kenaikan suara PAN pada Pemilu 2014, menurut Totok, tidak signifikan bahkan bisa dikatakan stagnan mengingat jumlah pesaing yang berebut suara kurang dari separoh hanya 15 partai dibanding Pemilu 2009 yang PAN berada dalam persaingan 38 partai peserta Pemilu.
"PAN mendapat 48 kursi pada Pemilu 2014 juga lebih dikarenakan sebagai partai papan tengah diuntungkan oleh sistem perhitungan suara habis di Dapil dalam penetapan perolehan kursi," paparnya.
Sementara sistem perhitungan suara pada Pemilu 2009 ada 3 tahapan berjenjang: sisa suara di Dapil dikumpulkan untuk dihitung di tingkat propinsi, kemudian distribusinya disesuaikan dengan ketersediaan kursi di Dapil dengan membandingkan perolehan suara setiap partai.
Sistem ini dipandang lebih menguntungkan partai papan bawah dan partai papan atas, yang sisa suaranya dari setiap Dapil berpeluang menjadi kursi. Sementara PAN yang di banyak Dapil suaranya tidak mencapai BPP harus melalui tahapan perhitungan di tingkat propinsi dengan menjumlahkan sisa-sisa suara dari Dapil.
"Kalau saja sistem Pemilu 2009 menggunakan cara perhitungan suara habis di Dapil, maka perolehan kursi PAN pasti tembus angka 48 kursi juga," ujar Totok, kader senior PAN yang selama 2 periode Pemilu ini terlibat aktif dalam penyusunan UU Pemilu.
Lebih lanjut dijelaskan Totok ada faktor politik juga yang berpengaruh pada periode kepemimpinan Soetrisno Bachir sebagai Ketua Umum PAN. "Telah menjadi rahasia umum pada Pemilu 2009 SB dilamar Prabowo untuk menjadi Cawapres ketika SBY pada puncak kekuasaan untuk maju kembali pada Pilpres masa jabatan kedua. Situasi ini ikut memberikan pengaruh pada perolehan kursi PAN yang kita tahu semuanya akhirnya Prabowo gagal maju Capres karena koalisinya kekurangan kursi Presiden threshold," paparnya.
"Pada Pemilu 2014 PAN memiliki moda politik yang sangat kuat, punya 3 mentari, bahkan Ketua Umumnya adalah menteri paling berpengaruh dalam kabinet SBY. Kalau dikelola dengan benar seharusnya PAN tidak seperti sekarang," pungkasnya.
(van/nrl)