MTI: Meski Pangsa Pasar Lion Air 70%, Bukan Berarti Bisa Seenaknya Sendiri

MTI: Meski Pangsa Pasar Lion Air 70%, Bukan Berarti Bisa Seenaknya Sendiri

Nograhany Widhi Koesmawardhani - detikNews
Minggu, 22 Feb 2015 12:28 WIB
(Foto: Dikhy Sasra/detikcom)
Jakarta - Maskapai Lion Air mengalami delay parah karena 3 pesawatnya rusak sejak Rabu (18/2/2015). Maskapai ini memang penguasa penerbangan domestik di Indonesia, namun bukan berarti bisa seenaknya sendiri dalam hal pelayanan.

"Sulitnya itu, Lion Air itu 70 persen pangsa pasar angkutan udara domestik, menjadi yang terbesar. Sehingga tidak bisa serta merta melakukan tindakan pada perusahaan tersebut," ujar Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit saat dihubungi detikcom, Minggu (22/2/2015).

Mengenai Menhub Ignasius Jonan yang terkesan 'kurang galak' pada Lion Air, tidak seperti pada kecelakaan AirAsia QZ8501, Danang menduga karena menyangkut 70% pangsa pasar penerbangan domestik dikuasai maskapai ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau saya bukan soal AirAsia atau Lion Air. Keraguan Pak Menteri mungkin Lion pemilik pangsa pasar terbesar angkutan udara. Bila terjadi penutupan penghentian izin operasi Lion Air, mobilitas masyarakat yang terganggu sangat besar. Itu tak berarti bahwa (Menhub Jonan) tidak berani, Pak Menteri dan Pak Rusdi Kirana kenal baik, pernyataan teguran dan sebagainya harusnya disampaikan langsung tanpa kekhawatiran, meski Pak Rusdi anggota partai dan Wantimpres," imbuh master bidang transportasi dari Institute for Transport Studies (ITS) di Leeds University, Inggris, ini.

Apa pangsa pasar 70% itu pula yang menyebabkan Lion Air merasa dibutuhkan dan akhirnya terkesan semena-mena dalam pelayanan?

"Pasti itulah (merasa dibutuhkan), tapi tidak berarti bisa seenaknya sendiri, di situ justru harus ada ketegasan," jawab doktor bidang transportasi dari the Institute for Transport Planning and Engineering of Vienna University of Technology, Austria, ini.

Danang memberikan solusi, yang paling penting berperan di sini adalah pemerintah sebagai regulator, dalam hal ini Kemenhub. Pemerintah perlu menyusun road map pengelolaan angkutan udara Indonesia.

"Meskipun highly regulated, dunia penerbangan diatur peraturan pemerintah maupun ICAO, harus ada penanganan yang serius. Seperti slot time di bandara, penggunaan ruang udara untuk lalu lintasnya, perizinan dan sebagainya," tutur akademisi Universitas Gajah Mada (UGM) ini.

Masalah slot time di bandara, penggunaan ruang udara untuk lalu lintas penerbangan hingga perizinan, MTI sudah cukup lama melakukan penelitian sebelum terjadinya kecelakaan AirAsia. Pemerintah harus mengantisipasi dan menyelesaikan masalah ini sebelum kebijakan Open Sky ASEAN 2015 berlaku pada Desember nanti.

"Menurut saya, pemerintah, Pak Menteri Jonan harus mengantisipasi hal ini, jangan reaktif. Antisipasi untuk 5-15 tahun ke depan harus ada perubahan mendasar demi keselamatan udara kita. Kita belum sepenuhnya masuk dalam MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), angkutan udaranya masih seperti ini. Kalau belum masuk MEA aja begini, bagaimana kalau dibuka betulan, akan bermasalah itu," jelas dia.

(nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads