"Sayangnya, Presiden Joko Widodo tidak mengeluarkan sepatah kata pun atau setidaknya menunjukkan itikad untuk menghentikan kriminalisasi terhadap KPK," kata Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dari Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Alghiffari Aqsa.
Pernyataan itu diungkapkan Alghiffari dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (19/2/2015). Di situ juga hadir para anggota Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi lainnya seperti dari Tim Pembela KPK, YLBHI, LBH Jakarta, ICW, PSHK, Gusdurian, Imparsial, KontraS, dan lain-lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Besok, 20 Februari 2015, Novel Baswedan (penyidik KPK) akan diperiksa sebagai tersangka. Belum lagi, lebih dari 21 penyidik KPK dalam waktu dekat akan dijadikan tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri," ucap Alghiffari.
"Begitu juga dengan langkah Presiden menerbitkan Keppres pemberhentian sementara Pimpinan KPK dan disusul dengan penerbitan Perppu Plt. Pimpinan KPK. Penerbitan Perppu Plt. Pimpinan KPK semakin mempertegas bahwa Presiden mengganggap serangkaian kriminalisasi terhadap KPK adalah proses penegakan hukum biasa dan bukan kriminalisasi," sambungnya.
Pemberhentian pimpinan KPK, kata Alghiffari, menunjukkan bahwa Presiden melakukan tindakan yang timpang (unequal treatment). Presiden cepat bersikap untuk kasus-kasus "biasa" yang diduga dilakukan pimpinan KPK, tetapi sama sekali tidak untuk kasus-kasus korupsi. Dengan demikian menurutnya, komitmen pemberantasan korupsi Presiden patut dipertanyakan.
Alghiffari menilai, Presiden masih menutup mata dengan fakta bahwa Kepolisian terus-menerus melakukan pembangkangan terhadap arahan Presiden. "Penyelamatan terhadap kewibawaan Presiden terutama adalah dengan menempatkan Presiden sebagai komandan tertinggi di institusi Kepolisian. Kepolisian harus mematuhi dan melaksanakan arahan dari Presiden," jelasnya.
"Selain tidak sensitif terhadap gerakan pemberantasan korupsi, Presiden juga tidak peka terhadap penghormatan atas hak asasi manusia. Presiden telah mengabaikan rekomendasi Komnas HAM yang intinya menyatakan bahwa telah terjadi penyalahgunaan kewenangan, penggunaan kekuatan yang berlebihan, dan pelanggaran terhadap hukum acara dan due process of law," sambungnya.
Ditambahkan Alghiffari, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendesak:
1. Presiden Joko Widodo
a. Segera mengambil tindakan yang jelas dan terang-benderang dengan menghentikan semua proses kriminalisasi yang terus-menerus terjadi terhadap KPK.
b. Dalam pengajuan calon Kapolri baru harus dititikberatkan pada penilaian terhadap aspek integritas dan bebas korupsi. Dengan itu, pelibatan KPK dan PPATK menjadi sebuah keharusan.
c. Memerintahkan pelaksana tugas, wewenang, dan tanggung jawab Kapolri untuk melakukan pembenahan besar-besaran di tubuh Kepolisian. Langkah itu mesti ditindaklanjuti dengan mencopot semua aktor-aktor yang berperan dalam pelumpuhan KPK, terutama dengan mencopot dan menonaktifkan Kabareskrim Komjen (Pol) Budi Waseso.
d. Mendorong Plt. Pimpinan KPK agar melakukan deklarasi integritas dan deklarasi bebas konflik kepentingan. Konflik kepentingan terutama dalam kapasitasnya sebelum menjabat Plt. Pimpinan KPK, baik potensi konflik kepentingan terkait afiliasi politik, pekerjaan, bisnis, keluarga, dan sebagainya.
2. KPK
Terus mengusut perkara Komjen (Pol) Budi Gunawan dan perkara-perkara korupsi lainnya.
(spt/bar)