"Jika pendatang menghargai adat setempat, tentu konflik sosial tidak akan terjadi seperti contoh di Nagan Raya," kata Ketua Komisi I DPR Aceh, Abdullah Saleh, dalam rapat kerja membahas regulasi giok, di Gedung DPR Aceh, Selasa (17/2/2015).
Rapat kerja ini membahas tentang rencana penetapan qanun atau regulasi menyangkut mekanisme pengambilan, pengolahan, dan penjualan batu alam jenis akik, giok dan lainnya di Aceh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak mau konflik sosial ini terus terjadi dan harus segera dicari solusi," jelasnya.
Giok seberat 20 ton ditemukan warga Desa Pante Ara, Kecamatan Beutong, Nagan Raya, Aceh beberapa hari lalu di kawasan hutan lindung. Karena ada aturan yang melarang warga menambang, masyarakat setempat tidak mengambil giok tersebut. Tapi kemudian datang sejumlah pendatang hendak mengambil secara diam-diam.
Warga setempat yang mengetahui ini kemudian kembali mendatangi lokasi yang berjarak sekitar 10 km dari perkampungan untuk mencegah pendatang mengambil batu. Giok tersebut hingga kini masih dijaga oleh warga.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Nagan Raya, Samsul Kamal, mengatakan, keputusan penghentikan penambangan sementara ini dikeluarkan untuk menertibkan para pencari batu sembari menunggu keluarnya aturan baru. Setelah batas waktu habis, para penambang akan mencari giok dilokasi yang ditentukan.
Aturan yang dikeluarkan pada 2 Februari 2015 silam ini akan berlaku hingga 8 Maret mendatang. Selama batas waktu tersebut, warga tidak diizinkan mengambil batu di areal hutan lindung.
"Setelah 8 Maret nanti warga yang mencari batu akan dibagi kelompok dan mereka mencarinya di lokasi yang telah ditentukan," kata Samsul saat dihubungi detikcom.
(try/try)