"Bukan menyangkut orang per orang, tapi ini telah menjadi persoalan antar lembaga dan menimbulkan kegaduhan politik dengan adanya pro dan kontra dari masyarakat, dengan tema Save KPK, Save Polri. Ini harus segera dihentikan," kata Din Syamsuddin kepada wartawawn di sela kunjungannya di kantor Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur di Jalan Kertomenanggal, Surabaya, Sabtu (14/2/2015).
Untuk menghentikan kegaduhan KPK vs Polri ini, Presiden Jokowi yang bisa melakukannya. "Tentu yang saya sarankan bukan melakukan intervensi hukum. Karena tidak ada seorang pun yang boleh melakukan intervensi di bidang hukum," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan, KPK harus menjadi komitmen dasar. Baik pemerintah maupun rakyat, harus tetap pada tekad memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Karena kejahatan korupsi tidak hanya berdampak pada negara, tapi juga terhadap rakyat.
"Membawa dampak sistemik terhadap kerusakan bangsa, maka tidak boleh ada yang kemudian bergeming sedikit pun dalam memberantas korupsi," terangnya.
Din mengatakan, KPK saat ini masih diperlukan dalam pemberantasan korupsi. Karena 2 lembaga hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan tidak cukup fungsional. Berdasarkan survei yang ada, 2 lembaga ini termasuk yang paling korup.
"Sehingga wajar ada KPK. Saya juga setuju KPK diisi oleh orang-orang bersih, tidak harus malaikat, tidak boleh ada kesalahan. Oleh karena itu, jangan sampai ada yang melemahkan KPK secara kelembagaan," katanya.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini tidak ingin presiden berlama-lama membiarkan persoalan ini menjadi panjang. "Rezim lama kita kritik karena sering melakukan pembiaran dan pengabaian. Ini bisa masuk angin dan kalau segalanya bisa masuk akan menjadi penyakit dan menjadi dilematis penyelesaiannya," terangnya.
"Ini harus presiden dengan kearifan dan kebijakannya turun tangan mengatasinya. Sepenuhnya kita serahkan ke presiden. Kita tidak mendikte, kecuali hanya menyampaikan pesan-pesan moral," jelasnya.
(roi/ndr)