"Di lingkup hukum tata negara ini ada pasal-pasal yang subjek untuk berdebat. Kalau ada yang mengatakan setelah fit and proper test itu Presiden tak punya hak prerogatif, itu cenderung mengatakan BG harus dilantik," kata pakar hukum tata negara, Refly Harun, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2015).
Refly menambahkan ada juga pihak yang mengatakan melantik atau tidak menjadi hak prerogatif Presiden. Dua opini berbeda itu, menurut Refly, tetap saja Presiden memiliki hak prerogatif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Refly menuturkan konsekuensi impeachment atau pemakzulan harus mengacu pada konstitusi. Berdasarkan konstitusi, pemakzulan hanya bisa dilakukan kepada kepala negara yang berkhianat pada negara, tindak pidana berat, korupsi dan melakukan perbuatan tercela atau sudah tidak memenuhi syarat.
"Dari semua klausul itu maka kemudian kita tidak bisa mengatakan bahwa tidak melantik itu masuk ayat pemakzulan. Ada pakar hukum yang mengatakan tidak melantik itu melakukan perbuatan tercela, saya malah menantang tercelanya di mana?" ucap Refly.
"Mana yang lebih tercela, melantik seorang tersangka atau tidak melantik tersangka? Saya dengan tegas mengatakan melantik seorang tersangka itu yang tercela. Tapi maksud ayat-ayat itu soal tercela bukan begitu, maksudnya tercela kalau ditemukan berzinah, berjudi, minum-minuman sehingga seorang presiden kalau melakukan tindakan seperti itu bisa dilakukan pemakzulan karena sangat tercela di masyarakat," tutup Refly.
(vid/aan)