Semangat dalam Nawa Cita itu akan diterapkan ketika Presiden Jokowi bersama Jusuf Kalla menjalankan roda pemerintahannya. Koalisi Indonesia Hebat kemudian menyiapkan figur-figur yang mengerti dan memahami konsep Nawa Cita itu untuk mengisi kabinet Jokowi-JK.
Namun dalam perjalanannya, ada sejumlah menteri yang ditunjuk bukan berdasar rekomendasi Koalisi Indonesia Hebat. Dua di antaranya adalah Tedjo Edhy Purdijatno sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dan Luhut Binsar Panjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Tedjo Edhy - yang pernah menyebut pendukung KPK sebagai rakyat nggak jelas - menurut sumber tersebut tidak terlibat dalam penyusunan konsep Nawa Cita dan belum tentu memahami cita-cita Trisakti yang digelorakan Bung Karno.
Soal skenario itu pernah disebut oleh mantan penasihat Tim Transisi Jokowi-Jusuf Kalla, AM Hendropriyono. Menurut Hendro pemilihan Luhut Panjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan berlawanan dengan dengan parpol-parpol pendukung Jokowi.
Bila tanpa restu Mega dan KIH, siapa yang merekomendasikan Tedjo Edhy?
Sumber detikcom mengatakan ada elite di Koalisi Indonesia Hebat yang mengatasnamakan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati dan mendesak Jokowi memasukkan nama Tedjo Edhy sebagai menteri. Penunjukan Tedjo Edhy -- mantan KSAL yang menjadi politisi Nasdem -- mengakibatkan hubungan Presiden Jokowi dengan politisi PDI Perjuangan pun memanas.
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto membantah kabar bahwa hubungan Istana dengan PDI Perjuangan dan KIH memanas akibat beberapa nama yang diangkat menjadi menteri.
Menurut dia hubungan pemerintah dengan PDIP dan KIH sebagai partai pendukung saat ini juga baik-baik saja. "Secara informal personal nggak ada masalah. Secara formal tidak ada tugas saya sebagai Seskab ke parpol mana pun. Secara informal personal dengan PDIP berjalan baik," kata Andi kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (11/2/2015) malam.
(erd/nrl)