"Saya memberi apresiasi kepada hakim Cipta Sinuraya, Rendra Yozar dan Syamsul Arief yang telah menjatuhkan vonis 5 tahun kepada Briptu MZJ yang terbukti telah memperkosa Bunga," kata sosiolog Musni Umar kepada detikcom, Selasa (10/2/2015).
Setidaknya terdapat 5 alasan mengapa vonis tersebut dianggap progresif. Pertama, hakim telah memberi makna pemorkosaan tidak secara harfiah sebagaimana yang didalilkan pelaku, tetapi diberi makna yang kontekstual dalam berpacaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiga, majelis hakim telah memberi perlindungan kepada publik bahwa hubungan badan tanpa melalui perkawinan yang sah walaupun atas suka sama suka, bisa dihukum dengan pasal pemorkosaan. Karena pemerkosaan bisa diberi penafsiran tidak hanya dalam bentuk kekerasan pisik, tetapi juga bujuk rayu dan janji-janji bohong misalnya untuk dinikahi.
Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Majelis hakim meluaskan makna 'kekerasan atau ancaman kekerasan', bukan secara tekstual tetapi juga kontekstual. Tidak semata-mata secara fisik, tetapi lebih luas yaitu relasi kekuasaan seorang pria terhadap wanita.
"Hubungan badan tanpa melalui perkawinan yang sah walaupun atas suka sama suka, bisa dihukum dengan pasal pemorkosaan," cetus Musni.
Keempat, putusan ini memberi pelajaran kepada masyarakat untuk menjauhi perbuatan zina, karena perbuatan tersebut bisa dijatuhi hukum pisik yang berat.
"Alasan lain, polisi sejatinya melindungi, mengayomi dan memberi rasa ketenangan dan kedamaian kepada masyarakat, justru melakukan sebaliknya. Sehingga sangat adil dan memenuhi rasa keadilan masyarakat, hakim menjatuhkan vonis 5 tahun kepada Briptu MZJ," pungkas Musni.
(asp/vid)