Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Contohnya di pasal 81 dan pasal 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Makna ancaman kekerasan diperluas maknanya menjadi 'dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain'.
Dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) juga diatur mengenai berlakunya ketentuan pidana yang bisa menjerat pelaku kekerasan atau ancaman kekerasan seksual bahkan terhadap korban yang notabene istrinya sendiri (marital rape).
"Majelis kasasi nomor 815/K/PID.SUS/2014 atas nama Emayartini yang membuktikan 'tindak pidana membujuk anak melakukan pesetubuhan dengan dirinya' yang dilakukan oleh seorang perempuan dewasa terhadap 6 orang anak laki-laki di bawah umur. Padahal pemahaman klasik dalam delik kesusilaan sebagaimana asalnya dari pasal 285 KUHP pelaku atau subyek hukum hanya menunjuk pada pada kaum laki-laki dengan korban perempuan, bukannya perempuan sebagai pelaku atau subyek hukum dan kaum laki-laki sebagai korban," papar majelis.
Di dalam Rancangan KUHAP terbaru dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR, makna perkosaan diperluas unsurnya. Yaitu tidak lagi hanya bermakna peraduan alat kelamin laki-laki ke dalam kelamin perempuan akan tetapi perbuatan perkosaan termasuk di dalamnya perbuatan memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam anus atau ke dalam mulut perempuan.
"Menimbang bahwa dari uraian tersebut di atas majelis hakim menyimpulkan bahwa pemahaman terhadap unsur-unsur Pasal 285 KUHP tidak lagi dilihat hanya pada makna dan pengertian unsur klasik pasal 285 KUHP itu saja melainkan pemahaman dari unsur-unsur Pasal 285 KUHP tergantung pada konteks permasalahan perkara yang kini telah berkembang pesat mengubah konsep tindak pidana kesusilaan itu," pungkas majelis hakim yang terdiri dari Cipta Sinuraya, Rendra Yozar dan Syamsul Arief.
(asp/nrl)