Revisi UU KPK dan Tipikor tercantum dalam 159 RUU yang masuk Prolegnas. UU Tipikor ada di nomor 37, sedangkan UU KPK di nomor 63. Namun kedua revisi UU itu tak menjadi prioritas tahun 2015 ini.
Menurut anggota Komisi III DPR Sarifuddin Suding, revisi kedua RUU itu bertujuan agar ada sinergi antara institusi-institusi penegak hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi bagaimana mereka saling bersinergi satu sama lain supaya tidak saling berkompetisi antara penegak hukum ini di dalam penegakan hukum," sambungnya.
Sudding menyatakan sudah ada banyak pihak yang mengendaki adanya revisi terhadap UU KPK. Apalagi saat ini KPK tengah banyak dirundung masalah, terutama dengan adanya ketegangan antara institusi pimpinan Abraham Samad tersebut dengan Polri.
"Katakanlah ada beberapa pihak minta hak imunitas terhadap pimpinan KPK yang sebelumnya tidak diatur dalam UU No 30 tahun 2002, katakanlah ada pimpinan KPK yang tersangkut sebagai tersangka dan itu dinonaktifkan, lalu gimana sisa masa jabatannya apakah dengan sisa pimpinan KPK kolegial itu masih punya landasan hukum dalam mengambil kebijakan, ini belum diatur," jelas politisi Hanura itu.
Beberapa hal lainnya yang belum diatur di UU KPK lainnya yang mungkin akan dimasukkan dalam revisi dikatakan Sudding seperti efektivitas koordinasi dan supervisi antar institusi penegak hukum. Sebab yang selama ini telah ada masih belum berjalan dengan baik.
"Ketegangan KPK dengan Polri yang sudah beberapa kali terjadi. Untuk menghindari itu harus ada pemikiran untuk gimana saling mensinergikan, kalau di UU KPK dan UU kepolisian kan itu belum ada gimana untuk saling koordinasinya, gimana melakukan supervisinya dalam satu kasus. Ini mau disempurnakan," Sudding menuturkan.
"Karena fungsi KPK dengan lahirnya UU 30 tahun 2002 kan terhadap 2 institusi dengan 2 penegak hukum apakah Kejaksaan dan Polisi tapi ini tidak berjalan efektif, makanya disempurnakan untuk saling bersinergi," imbuhnya.
Sudding pun berharap agar publik tidak memiliki stigma negatif terhadap revisi UU KPK yang akan dilakukan. Ketua DPP Hanura ini meyakinkan bahwa revisi UU KPK dilakukan dengan semangat pemberantasan korupsi, bukan untuk melemahkan KPK.
"Tidak dalam konteks melemahkan tapi untuk menyempurnakan UU No 30 tahun 2002 yang bisa membuka ruang terjadinya kekosongan dalam pengambilan kebijakan (jika ada pimpinan yang menjadi tersangka)," kata Sudding.
Masyarakat pun diminta Sudding untuk memberikan kepercayaan pada penegak hukum yang melakukan due process of law. Jika ada stigma negatif terhadap salah satu institusi penegak hukum, disebut Sudding itu akan berdampak pada kredibilitas institusi. Makanya, revisi UU KPK ini menurut Sudding cukup kuat urgensinya untuk dibahas.
"Kalau ada penegak hukum yang tersangkut tindak pidana dan ini tidak terbukti ini menyangkut kredibilitas terhadap institusi penegak hukum itu sendiri jadi jangan ada stigma politisasi. Tapi banyak pihak di luar yang banyak protes tanpa mengetahui urgensi revisi UU itu sendiri," tutup Sudding.
Namun memang belum ada detail soal pasal berapa saja yang akan direvisi.
(ear/trq)