Hal ini terungkap lewat penuturan para keturunan generasi ketujuh dan kedelapan pangeran termasyhur tersebut yang diwawancarai detikcom. Mereka adalah: Ki Roni Sodewo, Abdul Wafa, Damon Yusuf Martadiredja, dan Pancawati Dewi.
"Saya pernah mimpi tiga kali tentang β sebuah tempat yang ada lembah dan jurang, lalu ada mata airnya. Saya ikutin mata airnya lalu ketemu jembatan. Tiga kali mimpinya sama," kata Ki Roni Sadewo saat ditemui di area pemakaman pangeran Djunet Dipolinggo, anak pangeran Dipenogoro, di Bogor, Jabar, Jumat (7/2) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu itu hari Rabu saya masih ingat beberapa tahun lalu. Saya pergi naik motor padahal badan meriang," ceritanya.
Belum sampai di bukit, dia melihat ada kecelakaan. Seorang anak remaja terjatuh dari motornya hingga cedera. Roni pun membantunya dengan meminta warga sekitar membawa korban kecelakaan tadi menggunakan motornya. Sambil menunggu motor dipakai, dia beristirahat di sebuah warung.
Di situ, kemudian Roni bercerita soal mimpinya kepada βpemilik warung. Ternyata, tempat yang dimaksud Roni letaknya memang di bukit Menoreh, namun berada di tengah hutan.
"Di sana ada Dusun Beteng. Akhirnya saya cari dan ketemu. Lalu ketemu sesepuh di sana dan diajak ke tempat dalam mimpi saya. Memang sama persis," cerita pria yang menjadi initiator komunitas keturunan Diponegoro ini.
Di dusun tadi, Roni menemukan tiga batu yang ada dalam mimpinya. Batu pertema, berbentuk datar yang disebut para sesepuh tempat salat Pangeran Diponegoro, lalu ada batu bulat yang diyakini sebagai tempat semedi, ketiga ada batu datar dengan ukuran yang lebih besar untuk alas istirahat Sang Pangeran.
"Batu datar itu juga tempat menyandarkan senjata pangeran. Nama lokasinya kini dikenal dengan alas Sido Kampir," terangnya.
βKenapa tempat itu dipilih jadi lokasi istirahat Pangeran Diponegoro? Berdasarkan cerita dari penduduk setempat, lokasi itu memang cocok untuk perang gerilya. Seluruh areanya dikelilingi bukit, sehingga memudahkan pasukan Jawa untuk mengintai Belanda.
"Pangeran dulu mau singgah ke situ 1 suro, tapi baru muncul 3 suro. Sampai sekarang, Setiap tanggal 3 suro masih ada acara di situ," cerita Roni lagi.
βPara keturunan Pangeran Diponegoro dari trah Pangeran Djunet punya cerita spritiual sendiri. Damon, salah satu keturunan sang pangeran menuturkan, pernah melihat cahaya putih menyilaukan keluar dari makam pangeran Djunet. Kala itu, dia sedang berziarah bersama keluarga lainnya.
"Cahayanya hanya bisa dilihat pakai kamera. Tapi begitu difoto tidak ada, dilihat pakai mata telanjang pun nggak bisa. Ada empat orang yang melihat waktu itu," cerita Damon yang diamini oleh Pancawati dan Abdul Wafa.
Abdul Wafa juga punya cerita. Pria yang menjadi pengasuh pondok pesantren di area tersebut sering mendapat laporan dari warga, soal sosok penampakan pria berkuda putih dan bersorban keluar dari sekitar pemakaman.
β"Istri saya kalau lagi sakit cerita. Suka dijampe sama Eyang (Djunet). Lalu coba ngobatin," ungkapnya.
Fenomena ini kata para keluarga adalah bagian dari pengalaman spiritual masing-masing. Mereka menegaskan, para keturunan Diponegoro tetaplah manusia biasa, termasuk Sang Pangeran sendiri.
(mad/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini