"Jadi begini, ini kan universitas besar, SDM-nya banyak, banyak guru besarnya, ada profesornya seperti Prof Hillar. Dari zaman Pak Suharto, perancang pembangunan nasional di Bappenas, yang dulu wakil menteri yang mempersiapkan pondasi demokrasi," kata Ketua Komnas HAM Prof Dr Hafid Abbas.
Hafid menyampaikan hal ini usai penandatangan MoU dengan Rektor UNJ Prof Dr Djaali di Auditorium Dewi Sartika, UNJ, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (5/2/2015). MoU ini berisikan pendirian pusat studi HAM se-Asia Tenggara dan program khusus magister manajemen pendidikan dengan konsentrasi HAM dan perdamaian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencananya, pusat studi itu tak hanya melibatkan mahasiswa dalam negeri, tapi juga dari luar negeri seperti negara-negara di Timur Tengah dan selatan Afrika. Hafid yakin, demokrasi di Indonesia yang kerap menuai pujian dunia internasional mampu menarik perhatian para akademisi dari luar negeri untuk belajar HAM di Indonesia.
"Nanti kalau ini berkembang, tidak hanya di dalam negeri, tapi mahasiswanya bisa dari luar. Indonesia kan dinilai cukup berhasil memasukan demokrasi HAM. Belajar di sini, melihat bagaimana Indonesia menjadi sukses memajukan demokrasi," ucap Hafid.
Pusat studi ini juga direncanakan untuk membuat rapor perkembangan HAM di Asia Tenggara, seperti yang dilakukan lembaga HAM asal Amerika Serikat yang membuat rapor soal HAM negara-negara di dunia. Hafid yakin, UNJ mampu membuat rapor HAM se-Asia Tenggara tersebut.
"Rencananya nanti akan membuat suatu rapor untuk negara-negara di ASEAN. Jadi track record nilai kemajuan demokrasi dan HAM seperti Thailand, kok pemberitaan mass media yang diambil alih oleh militer melalui kudeta militer. Itu sebenarnya bertentangan dengan prinsip HAM dan Piagam ASEAN," ujar Hafid.
"Itu sebenarnya tidak diakui di lingkungan ASEAN. Seperti apa yang dilakukan Amerika, setiap tahun membuat rapor untuk negara di dunia, dan UNJ ini cukup ASEAN dulu dan juga melihat rapor bagaimana," tutup Hafid.
(edo/vid)