Yurisprudensi ini dibuat saat MA mengadili pegiat antikorupsi Hamdan Saragi. Nelayan Kota Tanjungbalai, Kepulauan Riau, ini memprotes pukat tarik yang beroperasi di perairan Tanjungbalai ke DPRD setempat. Dalam aksi pada Mei 2011 itu, Hamdan menggelar orasi dengan puluhan orang lainnya. Hamdan juga membentangkan spanduk yang mengkritik ulah pejabat setempat, seperti:
'Usir!! Kepala P2SDKP dari Bumi Tanjungbalai Asahan Diduga Mengeluarkan SLO Pukat Tarik Dua dan Melindungi Cukong Illegal Fishing'
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 1 Februari 2010, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Hamdan telah melakukan tindak pidana penghinaan dengan tulisan sesuai pasal 310 ayat 2 KUHP dan harus dipidana 2 bulan. Namun tuntutan ini sia-sia. Sebab pada 7 Maret 2012 Pengadilan Negeri Tanjungbalai membebaskan Hamdan dari semua dakwaan.
JPU tidak terima dan langsung kasasi tetapi kandas. Majelis kasasi yang diketuai Zaharuddin Utama dengan anggota Andi Abu Ayyub Saleh dan Sofyan Sitompoel menolak kasasi JPU.
"Spanduk benar dipampang oleh Hamdan selaku Ketua ANI, tetapi ditujukan kepada P2SDKP, bukan kepada perorangan tertentu," demikian pertimbangan kasasi yang diadili pada 22 November 2012 silam.
Dalam pertimbangan ini, MA membedakan antara jabatan dan pejabat. Kritikan yang dilontarkan aktivis antikorupsi adalah kritikan kepada jabatan. Di mana jabatan itu milik publik sehingga harus siap dikritik kapan pun. Kritikan ini bukan ditujukan kepada pejabat.
"Dalam spanduk tersebut tidak terdapat unsur mencemarkan nama Agus Wijaya Situmorang, yakni perorangan tetapi menyebut nama P2SDKP yang kebetulan instansi tersebut dikepalai oleh yang bersangkutan," sambung pertimbangan MA dalam halaman 8.
Berdasarkan yurisprudensi MA di atas, apakah polisi akan meneruskan laporan Pembela Kesatuan Tanah Air (Pekat) bersama tim pengacara Komjen Budi Gunawan terhadap Denny?
(asp/kha)