"Total ideal untuk mengisi kekosongan hakim itu 12 ribu, tapi kebutuhan hanya 700. Kita perlu pertama tenaga hakim sebagai penegak hukum. Lalu hakim sebagai pejabat negara," kata Yuddy di Kantor KY, jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (4/2/2015).
Namun, sebelum memiliki status sebagai seorang hakim, tidak dapat dikategorikan sebagai pejabat negara. Sehingga, Yuddy mengusulkan dengan mengacu pada landasan yuridis untuk menjadi hakim perlu menjadi PNS terlebih dahulu. Tetapi, PNS yang diarahkan untuk menjadi hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan sampai misalkan dia arahnya sudah menjadi pejabat negara dan tidak lulus jadi hakim. Terus jadi apa dia, dia jadi hakim tidak, pengangguran tidak karena tidak ada cantolan yuridisnya," sambungnya.
Lanjutnya, meski tidak lolos menjadi hakim tapi telah menjadi PNS maka dapat bekerja di lingkungan pengadilan atau mungkin alih profesi yang dibutuhkan dalam kapasitasnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Ini khusus untuk hakim ini ada bobot tersendiri (dalam seleksi) yang menentukan formasinya dari Mahkamah Agung dia butuh berapa sih, yang merambah pengawasan jalur rekrutmennya dilibatkan dari Komisi Yudisial," pungkasnya.
Kemudian, setelah menjadi PNS untuk menjadi hakim perlu mengikuti lembaga pendidikan terlebih dahulu.
"Kalau dia tidak lulus jadi hakim dia tetap menjadi PNS," ucapnya.
Serta yang menentukan lulus tidak menjadi hakim dalam jalur pendidikan yakni KY dan MA.
"Yang paling tahu dia lulus apa tidak pendidikan ya KY dan MA," ujarnya.
Meski demikian, KY memiliki pemikiran yang berbeda dalam seleksi rekrutmen hakim dan tidak perlu melalui proses CPNS, cukup melalui proses lembaga pendidikan. Sehingga yang lulus lembaga pendidikan tersebut menjadi hakim dan menjadi pejabat negara. Kemudian, yang tidak lulus kembali ke masyarakat.
"Pada prinsipnya pandangan itu juga bagus, dari sisi keuangan negara juga menjadi lebih irit dan praktis. Kami pada intinya siap membantu, kalau dibantu dari sisi pegangan aturan pemerintah aturan ASN dia CPNS dulu dan prosesnya mengikuti, mengikuti kelaziman kami," terang Yuddy.
Apabila mengikuti cara KY, maka perlu menunggu perpres terlebih dahulu.
"Pada prinsipnya kami tidak keberatan, kami akan dalami hanya paling urgen sekarang kan kebutuhan hakim, apa menunggu sampai pendidikan selesai, apa menunggu perpresnya dulu," jelasnya.
Dalam audiensi tersebut Menpan RB didampingi oleh Deputi Bidang SDM Aparatur Setiawan Wangsaatmaja. Serta dari KY, dihadiri oleh Ketua KY Suparman Marzuki dan Komisioner KY Jaja Ahmad Jayus.
(tfn/asp)