Mereka berlomba mengajukan pertanyaan karena kebijakan soal sistem TKD ini ternyata membingungkan mereka.
βDi kantor saya PTSP banyak pegawai yang sudah berumur dan mereka tidak terbiasa menjalankan sistem komputer. Sudah pernah kita bina tapi tetap saja tidak bisa. Apakah ini nanti jadi bumerang bagi atasan karena dianggap tidak melakukan fungsinya untuk membina bawahan,β kata salah satu PNS perempuan dalam forum di ruang Pola, Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (30/1/2015) pukul 16.00 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
βSoal absen harian tadi, saya sering dapat perintah tugas mendadak tanpa surat tugas dari atasan. Pagi-pagi setengah delapan kita disuruh kumpulkan 100 anak buah di lapangan tapi enggak ada suratnya. Itu bagaimana nanti, apakah saya bisa dapat poin meski tidak ada surat tugasnya,β kata dia.
Ucapannya itu ternyata mendapat support dari beberapa PNS lain. βSering pak kayak gitu,β celetuk salah satu pegawai pria lainnya.
Mereka masih bertanya-tanya lantaran konsep penilaian dengan iming-iming TKD fantastis itu baru bisa didapat jika PNS aktif menginput kerja-kerja yang mereka lakukan setiap hari. Selain itu, nilai TKD yang mencapai puluhan juta rupiah itu juga dibarengi dengan sejumlah konsekuensi yakni dipotong jika alpa, izin, sakit atau bahkan telat masuk kerja.
βTeman-teman saya di Pokja ULP kerja enggak kenal waktu, bisa sampai jam 9 malam itu sudah biasa, bahkan sampai jam 3 pagi. Misalnya ada yang terlambat 30 menit, apakah sanksinya juga sama (dipotong 3 % TKD)?β tanya Nurhayati, salah satu PNS dari Pulau Seribu.
Rikwanto, PNS dari Pulau Seribu, juga bertanya jika dia harus apel pagi tiap Senin. βBagaimana kalau kita harus apel pagi, kita kan sampai di Pulau Pramuka, biasanya sampai di sana jam 9.30 WIB. Apakah kita terhitung terlambat?β tanya dia yang juga disambut sorakan riuh peserta lain.
(ros/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini