"MK memutuskan Pilkada bukan rezim Pemilu sesuai Pasal 22e Ayat 2 UUD 1945," kata hakim MK Patrialis Akbar di Lantai 3 Gedung Nusantara III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (28/1/2015).
Sementara itu, Pilkada masuk rezim pemerintahan daerah. Patrialis enggan membicarakan hal ini lebih lanjut
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konsultasi dilakukan antara Pimpinan DPR, Komisi II DPR dengan MK. Ketua Komisi II DPR menyatakan UU Pilkada menjadi problem lantaran tak masuknya Pilkada dalam rezim Pemilu membawa konsekuensi soal siapa nantinya penyelenggara Pilkada.
"Kalau begitu, Undang-undang sekarang menjadi debatable, apakah KPU yang menyelenggarakan Pilkada? Kalau KPU yang menyelenggarakan, berarti Pilkada masuk rezim pemilu. Yang harus kita kritisi, kalau yang menyelenggarakan masih debatable, bagaimana kita mau menyelenggarakan Pikada?" tutur Ketua Komisi II Rambe Kamarul Zaman.
Rambe juga melihat, konsekuensi dari Pilkada yang tak masuk rezim Pemilu adalah penyelesaian soal sengketa Pilkada. Sengketa Pilkada akan ditangani bukan oleh MK lagi, melainkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan revisi UU Pilkada akan membahas ini lebih lanjut. "Ini akan menjadi bahasan Komisi II, soal siapa sebetulnya penyelenggara Pilkada," kata Fadli.
(dnu/van)











































