Sebut 'Rakyat Nggak Jelas', Menteri Tedjo Didesak Minta Maaf ke Rakyat

Sebut 'Rakyat Nggak Jelas', Menteri Tedjo Didesak Minta Maaf ke Rakyat

- detikNews
Senin, 26 Jan 2015 11:02 WIB
Jakarta - Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno menyebut para aktivis pro KPK sebagai rakyat nggak jelas. Menteri Tedjo didesak meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat.

Pernyataan kontroversial tersebut dilontarkan Menteri Tedjo saat ratusan aktivis pro pemberantasan korupsi berkumpul di Gedung KPK untuk menyelamatkan ujung tombak pemberantasan korupsi tersebut. "Jangan membakar massa, mengajak rakyat, membakar rakyat. Ayo kita ini, tidak boleh seperti itu, itu suatu sikap pernyataan yang kekanak-kanakan. Berdiri sendiri, kuat dia. Konstitusi yang akan dukung, bukan dukungan rakyat yang nggak jelas itu," begitu pernyataan keras Menteri Tedjo di Istana Kepresidenan, Sabtu (24/1) kemarin.

Sebagai seorang menteri seharusnya Tedjo menunjukkan sikap kenegarawanan. Tunggu apalagi, Pak Menteri sebaiknya lekas meminta maaf kepada masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Harus minta maaf. Dia harus menjelaskan maksud rakyat nggak jelas. Pejabat publik harus menghargai publik," desak pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, kepada wartawan, Senin (26/1/2015).

"Yang paling dirugikan atas pernyataan tersebut, menurut Hendri, adalah Presiden Joko Widodo. "Akibat statemen ini citra Jokowi yang dekat dengan rakyat menjadi memudar karena rakyatnya ada yang nggak jelas," sindirnya.

"Pak menteri tidak perlu mundur namun minta maaf dan klarifikasi mutlak harus dilakukan," tegasnya.

Sebenarnya Menteri Tedjo sudah melakukan klarifikasi, namun tidak dengan jelas meminta maaf kepada rakyat. Begini penjelasan lengkap Tedjo soal 'rakyat nggak jelas':

Ini saya beri tahu yang benar. Di Istana Bogor Presiden sebagai Kepala Negara sudah memberi arahan kepada Wakapolri dan Ketua KPK agar menjernihkan suasana, jangan ada gesekan Polri dan KPK, selesaikan semua masalah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, selamatkan KPK dan Polri. Kedua pimpinan nyatakan akan patuh. Seharusnya tidak perlu lagi ada pengerahan massa yang mengatasnamakan rakyat.

Rakyat yang mana, tidak jelas, karena ada juga yang menyatakan dukungan pada Polri. Menjaga jangan sampai para pendukung kedua institusi ini berbenturan. Kedua institusi ini harus bisa saling menghormati dalam melakukan prosedur hukum terhadap kasus hukum sesuai aturan yang berlaku.

Bersikaplah dewasa, dan lakukan cooling down. Kita hormati hukum yang ada. Presiden punya komitmen tinggi pada upaya memberantas korupsi.

Lembaga penegak hukum KPK, Polri dan Jaksa harus bersinergi, buka ruang komunikasi dan saling menghormati. Presiden sebagai Kepala Negara berkomitmen "Save KPK, Save Polri, Save NKRI".

Hadir dampingi Presiden (di Istana Bogor-red) Wapres, Menkopolhukam, Jaksa Agung, Ketua KPK, Wakapolri.

Pemerintah menghargai semua opini dan berharap media massa dan publik bisa bersikap proporsional. Ini adalah negara hukum, bukan negara opini.

Pemerintah akan selalu berpijak pada hukum. Di dalam negara demokrasi tidak ada satu lembaga pun yang merasa benar sendiri dan tidak bisa dikontrol maupun disentuh oleh hukum. Saya mengharapkan semua pihak membuang jauh-jauh ego sektoral untuk kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Terimakasih.

(van/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads