"Kita tadi menikmati halang-rintang saat berjalan selama 1,5 km dari Tugu Tani ke Balai Kota sampai ke sini (trotoar jalan antara Gedung BUMN dengan Wisma Antara)," ujar Alfred Sitorus, penyandang disabilitas, dalam diskusi di Jl Agus Salim, Jakarta Pusat, Kamis (22/1/2015).
Menurut Alfred, saat melintas, ada gedung yang tidak memberikan trotoar. Sebab trotoar tersebut dipagari oleh gedung itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jakarta lagi aktif-aktifnya teriakin macet. Tapi nggak tahu fasilitas pejalan kaki banyak yang tidak diberikan," kata dia.
Di depan BUMN, lanjut dia, trotoar bahkan digunakan pengendara untuk memarkirkan kendaraannya. Hal ini membuat penyandang disabilitas kesulitan melewatinya.
"Harusnya teman-teman pengguna kursi roda tidak perlu dituntun. Harusnya bisa mandiri," ucap Alfred.
Faisal, penyandang disabilitas lainnya, mengatakan, guiding block untuk pengendara kursi roda tidak membuatnya nyaman. Meski demikian dia mengapresiasi masih ada beberapa guiding block tersebut.
"Bahannya itu untuk pengguna kursi roda sangat melelahkan. Karena dengan bahan seperti ini sangat sulit bagi pengguna kursi roda untuk mengayuh," kata Faisal.
Cucu Saidah, pengguna kursi roda, mengatakan, dia merupakan karyawan swasta. Dia tinggal di kawasan Karet belakang Sudirman, Jakarta Pusat. Menurutnya, dengan jarangnya guiding block untuk penyandang disabilitas, maka uang yang dia keluarkan setiap harinya menjadi banyak.
"Saya sehari-hari kerja. Misalnya gaji saya Rp 10 juta tapi saya harus keluar uang lebih banyak karena saya harus naik taksi. Sebab trotoar nggak memungkinkan dan itu mahal," kata Cucu.
Cucu meminta, pemasangan trotoar untuk penyandang disabilitas diawasi. Hal itu menghindari kecelakaan bagi penyandang disabilitas.
"Awasi pemasangannya dan ketentuan pemasangan drainase. Karena sering kali berakar di pohon dan got. Akhirnya yang tuna netra jadinya kejedot pohon atau masuk got," ucap Cucu.
(nik/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini