"Pertama, negara yang mengimbau untuk tidak dilaksanakan adalah negara dari warga yang akan dieksekusi," kata guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Hikmahanto Juwana kepada detikcom, Minggu (18/1/2015).
Menurut Prof Hik, demikian biasa dia dipanggil, hal itu wajar karena setiap negara mempunyai kewajiban untuk melindungi warganya di luar negeri. Hal itu pula yang kerap dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya yang menghadapi eksekusi hukuman mati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka melakukan lobby kepada banyak negara untuk menghapus hukuman mati karena tidak sesuai dengan moral yang mereka anut. Mereka akan mengkritik negara yang melaksanakan hukuman mati.
"Ketiga, penerapan hukuman mati masih dianut di banyak negara, termasuk di sejumlah negara bagian di Amerika Serikat," cetus Prof Hik.
Penerapan hukuman mati juga sama sekali tidak terkait dengan tingkat peradaban suatu masyarakat di suatu negara.
"Keempat, adanya hukuman mati dan pelaksanaannya merupakan wujud dari kedaulatan dan penegakan hukum suatu negara. Tidak ada negara asing yang berhak untuk melakukan intervensi. Ini sepanjang due process of law dan dapat dipastikan tidak adanya proses hukum yang sesat," ujar mantan Dekan FH UI itu.
Terakhir, meski terdapat kontroversi diterapkannya hukuman mati di Indonesia namun karena MK sebagai lembaga yang paling berwenang untuk menafsirkan UUD 1945 telah memutus bahwa hukuman mati tidak bertentangan dengan konstitusi Indonesia maka jelaslah pandangan rakyat Indonesia terhadap hukuman mati.
Oleh karenanya pemerintah harus tetap konsiten dan tidak mengendur dalam melaksanakan hukuman mati mengingat ada sejumlah terpidana mati yang masih menunggu.
"Pemerintah tidak boleh diskriminatif atau inkonsisten dalam melaksanakan hukuman mati dengan melihat asal kewarganegaraan terpidana mati," pungkas Hikmahanto.
(asp/try)