"Paling tidak barang bukti ditunjukkan di sini. Posisinya di mana? Tidak harus berwujud uang, tapi paling tidak jalan cerita ada di sini," ujar Hakim Ketua Supriyono dalam persidangan perkara dugaan korupsi TransJ dengan terdakwa 2 PNS Dishub DKI Drajad Adhyaksa dan Setiyo Tuhu di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/1/2015).
Pertanyaan ini diajukan sebab Majelis Hakim hendak mengkonfirmasi keterangan auditor BPKP Subroto soal perhitungan nominal kerugian negara terkait dengan penyitaan duit oleh penyidik Kejaksaan Agung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa pada Kejari Jakpus lantas menyodorkan barang bukti berupa dokumen penyitaan sementara, salah satunya transaksi perbankan. Ada penyitaan uang dari Budi Susanto, Dirut PT Mobilindo Armada Cemerlang yang menjadi penyedia bus gandeng (articulated) paket IV dan Iwan Kuswandi, pihak swasta yang meminjam 4 perusahaan untuk mendapatkan pekerjaan jasa konsultan pengawasan.
"Perkara ini (penyitaan sementara) berupa uang Rp 4,486 miliar," sebut jaksa.
Uang tersebut terdiri dari Rp 3 miliar yang disita dari Budi Susanto dan Rp 1,486 miliar dari Iwan Kuswandi. "(Untuk) Iwan, penyitaan tunai kami setor langsung ke BRI," katanya.
Auditor BPKP Subroto menjelaskan total kerugian keuangan negara pada pengadaan bus TransJ Rp 54,389 miliar merupakan akumulasi dari pekerjaan jasa konsultasi pengawasan dan pekerjaan pengadaan bus gandeng (articulated) paket I, IV dan V dan bus single paket II. "Total kerugian keuangan negara dari proses pengadaan busway dari bus articulated Rp 45 miliar, bus single Rp 6,79 miliar dan dari pengawasan Rp 2,409 miliar," paparnya.
Menurut dia penyimpangan pengadaan terjadi pada perencanaan, lelang hingga pekerjaan pengawasan yang menggunakan jasa konsultan khusus. "Penyimpangan dalam proses itu (membuat) harga yang ditimbulkan tidak wajar," tegasnya.
(fdn/aan)