Siapa Gembong Narkoba yang Lebih Dulu Menghadapi Regu Tembak?

ADVERTISEMENT

Indonesia Darurat Narkoba

Siapa Gembong Narkoba yang Lebih Dulu Menghadapi Regu Tembak?

- detikNews
Kamis, 15 Jan 2015 11:06 WIB
ilustrasi (dok.detikcom)
Jakarta - Di akhir tahun 2014, Kejaksaan Agung (Kejagung) dilanda kegalauan. Pelaksanaan eksekusi terhadap 64 terpidana mati gagal dilaksanakan sebelum matahari terbit di tahun 2015.

Dalam catatan detikcom, Kamis (15/1/2015), Jaksa Agung Prasetyo berlindung di balik putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 tertanggal 6 Maret 2014 tentang permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang lebih dari 1 kali.

Padahal, Presiden Joko Widodo telah memberi titah agar para terpidana mati kasus narkotika untuk segera dieksekusi. Pria yang akrab disapa Jokowi itu menegaskan bahwa Indonesia telah darurat narkoba. Oleh karena itu, Jokowi pun menolak pengajuan grasi yang diajukan oleh para terpidana mati tersebut agar segera dieksekusi jaksa.

Ujungnya, MA-MK-Pemerintah duduk bersama pada 9 Januari 2015 dan akhirnya menyepakati bahwa PK hanya sekali.

Kesepakatan ini langsung ditindaklanjuti Jokowi dan berturut-turut mengeluarkan Keppres penolakan grasi, termasuk Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya. Siapakah Ang Kiem Soei?

Ang Siem Soei yang dijuluki Raja Ekstasi itu dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada 13 Januari 2003 karena terbukti memproduksi, menyimpan dan mengedarkan ribuan pil ekstasi. Tak hanya itu, Warga Negara (WN) Belanda itu juga terbukti mengorganisir sebuah pabrik ekstasi di Cipondoh, Tangerang.

Putusan mati itu dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai M Hatta Ali yang kini menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung (MA). Saat itu majelis hakim memutuskan terdakwa Ang Kim Soei terbukti bersalah melakukan berbagai tindak pidana dengan memproduksi psikotropik golongan 1 secara terorganisasi, mengedarkan ekstasi secara terorganisasi, dan tanpa hak memiliki, menyimpan, serta mengedarkan ekstasi secara terorganisasi dan menjatuhkan hukuman mati.

"Dan saya pernah menjatuhkan hukuman mati waktu di Tangerang, tapi sampai sekarang belum juga dieksekusi. Kemarin-kemarin juga satu lagi, WN Singapura," kata Hatta Ali pekan lalu.

Dari 16 nama terpidana mati yang telah ditolak grasinya, bisa disebut bahwa baru Ang saja yang merupakan gembong besar yang harus segera dieksekusi. Sisanya merupakan distributor besar dan kebanyakan kurir internasional.

Lalu siapa dulu yang akan dieksekusi jaksa? Atau malah keseluruhan nama-nama terpidana tersebut akan dieksekusi serempak?

Berikut nama-nama terpidana mati yang telah ditolak grasinya oleh Jokowi:

1. Keppres 26/G 2014
Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brazil)

2. Keppres 27/G 2014
Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI)

3. Keppres 28/G 2014
Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI)*

4. Keppres 29/G 2014
Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam)

5. Keppres 30/G 2014
Namaona Denis (WN Nigeria)

6. Keppres 31/G 2014
Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina)

7. Keppres 32/G 2014
Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia)
Harun bin Ajis (WNI)*
Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI)*

8. Keppres 33/G 2014
Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria)
Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (WN Belanda)

9. Keppres 35/G 2014
Serge Areski Atlaoui (WN Prancis).
Serge merupakan anggota jaringan pabrik narkoba terbesar di Asia yang dihukum mati bersama 8 orang lainnya, yaitu:

- Benny Sudrajat alias Tandi Winardi
- Iming Santoso alias Budhi Cipto
- Zhang Manquan
- Chen Hongxin
- Jian Yuxin
- Gan Chunyi
- Zhu Xuxiong
- Nicolaas Garnick Josephus Gerardus alias Dick

Benny kembali membangun pabrik narkoba dari balik penjara.

Catatan:
Yang diberi tanda bintang merupakan terpidana kasus pembunuhan berencana. Sisanya merupakan terpidana kasus narkotika.

10. Keppres 1/G 2015
Martin Anderson alias Belo (WN Ghana)

11. Keppres 2/G 2015
Zainal Abidin (WNI)

12. Keppres 4/G 2015
Raheem Agbaje Salami ‎(WN Cordova)

13. Keppres 5/G 2015
Rodrigo Gularte (WN Brazil)

(dha/asp)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT