Jenderal Hoegeng, Kapolri Sederhana yang Tak Sungkan Atur Lalu Lintas

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini Selasa (13/1/2015) menetapkan calon Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka. Alumnus 5 besar terbaik Akademi Kepolisian 1983 itu disangka melakukan tindak pidana korupsi.

Pro dan kontra sudah muncul saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajukan nama Komjen Budi sebagai calon tunggal Kapolri pada Jumat (9/1/2015) lalu. Pemicunya karena nama perwira tinggi yang kini menjabat Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri itu disebut memiliki rekening mencurigakan.

Koordinator bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengingatkan agar Presiden Jokowi menarik surat usulan calon kapolri yang sudah dikirim ke DPR. "Kami sendiri berharap, kita butuh Kapolri yang seperti Hoegeng, yang berintegritas dan profesional. Jangan hanya karena faktor kedekatan dan loyal," kata Emerson saat jumpa pers di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (11/1/2015) lalu.

Seperti apa sosok Jenderal Hoegeng yang dimaksud ICW?

Jenderal Hoegeng Imam Santoso lahir di Pekalongan, Jawa Tengah pada 14 Oktober 1921. Kepala Kepolisian RI periode 1968 sampai 1971 itu dikenal sebagai polisi jujur dan merakyat.

Hoegeng amat tegas dalam memisahkan urusan keluarga dan pekerjaan. Salah satunya dengan melarang sang istri menjadi Ketua Umum Bhayangkari yang biasa dijabat seorang istri Kapolri.

Dia justru meminta agar pemilihan Ketua Umum Bhayangkari dipilih melalui musyawarah anggota. Nah, pada masa itu ketua umum Bhayangkari diisi bukan oleh istri Kapolri. Tak ada foto Meri terpampang di Mabes Polri.

Meski tak ada foto sang istri di Mabes Polri, bukan berarti Hoegeng tak sayang sama belahan jiwanya itu. Rasa sayang dia tunjukkan dengan menolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan saat meninggal nanti.

Saat meninggal pada 2004 lalu, Kapolri di era 1968-1971 ini berwasiat agar tak dimakamkan di taman makam pahlawan Kalibata.

"Kalau Hoegeng dimakamkan di Kalibata, Meri tak bisa dimakamkan di samping saya. Hoegeng ingin Meri selalu mendampingi," kata salah satu putra Hoegeng, Didit saat peluncuran buku 'Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan' karya wartawan Kompas Suhartono, Selasa, 19 November 2013 lalu.

Keteladanan lainnya dari Hoegeng adalah, dia rela turun mengatur langsung lalu lintas kala ada macet di jalan.

Didit mendapat laporan dari teman-temannya, soal ayahnya yang mengatur lalu lintas di jalan. Ketika di rumah, Didit sempat komplain soal sikap ayahnya yang mengatur lalu lintas itu. Didit beralasan sudah ada petugas yang mengaturnya.

"God verdome! Jadi kamu malu papimu mengatur lalu lintas di jalan raya?" tutur Hoegeng kepada anaknya Didit.

Hoegeng kemudian memberi penjelasan kepada Didit. Sebagai Kapolri dia tidak bisa membiarkan jalanan macet. Apalagi Kapolri juga seorang polisi.

"Jadi wajib kalau di jalan raya terjadi kemacetan. Papimu harus turun membantu. Jangan menunggu petugas polisinya datang. Mengerti kamu?" tutur Hoegeng ditirukan Didit.

Soal pengalaman di jalan, Hoegeng juga punya kisah lain. Seperti penuturan Didit, ayahnya selalu memberhentikan bus angkutan yang kelebihan penumpang. Saat itu, bus memang kurang sehingga kerap menumpuk penumpang.

"Lalu kami harus menunggu papi menghentikan bus lainnya untuk mengangkut penumpang yang diturunkan. Kami harus menunggu berjam-jam sampai semua penumpang terangkut semuanya," tuturnya.

Setelah Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka, kini menjadi tugas Presiden Jokowi untuk memilih calon Kapolri yang 'mirip' Hoegeng seperti usulan ICW.










(erd/van)