Pembahasan sendiri dilakukan Menteri LHK Siti Nurbaya bersama Rektor Universitas Nusa Cendana. Prof Fred Benu dan timnya di Kupang, NTT, akhir pekan lalu. Keterlibatan Menteri LHK karena dalam program tersebut sangat terkait dengan ketersediaan lahan untuk grazeland atau lahan penggembalaan seluas minimal 50.000 hektar yang merupakan kawasan KPH Mutis Timau.
"Targetnya untuk mengembalikan NTT sebagai lumbung ternak Indonesia dan untuk mengembalikan kualitas bakalan sapi seperti sedia kala, dimana saat ini kualitas bakalan sapi di NTT sangat menurun," ungkap βRektor Universitas Nusa Cendana, Prof Fred Banu dalam rilis Kementerian Lingkungan Hidup yang diterima detikcom, Senin (12/1/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri LHK Siti Nurbaya selanjutnya memberikan catatan-catatannya. "Untuk IUPKH KPH Mutis Timau bisa diselesaikan sesuai aturan dan terutama dengan konsep keterlibatan masyarakat. Karena, konsep kerjanya secara mendasar sesuai arahan Presiden adalah bahwa hutan untuk kesejahteraan rakyat. Kita akan bahas lanjut di kantor kementerian nanti dengan melibatkan beberapa Dirjen termasuk Dirjen Peternakan," ujar Siti Nurbaya.
Paparan rektor yang menunjukkan produk majemuk dari usaha yang disebut silvopastur tersebut yang meliputi sapi sebanyak 500.000 ekor, sapi jantan 52.000 ekor pertahun sebagai bibit unggul, daging 6.200 ton/tahun, kayu, pangan palawija, madu hutan, pupuk organik dan biogas.
Menteri LHK menekankan lebih lanjut, usaha ini dapat dilakukan dalam langkah yang sistimatis mulai dari data awal atau base line data, perekaman pertumbuhan vegetasi dan konsistensi menjaga tanaman dan riap serta proses pengembangan biogas untuk memanfaatkan gas methan dari kotoran ternak menjadi energi untuk masyarakat sekitar. Hal ini penting sebagai upaya menahan carbon ke atmosfer.
"Ini sekaligus merupakan langkah pelembagaan dan internalisasi pemahaman masyarakat secara sederhana mengenai agenda pengendalian perubahan iklim" tegas Siti.
(jor/fdn)