"Masalah HAM aktual yang menyita perhatian publik secara luas di tengah kehidupan sehari-hari antara lain pengungkapan kasus pembunuhan Munir," kata Ketua Komnas HAM Prof Hafid Abbas di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (8/1/2015).
Menurut Hafid, kasus Munir bukanlah pelaku tunggal. Artinya, masih banyak oknum yang terlibat dalam kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut, walau proses hukum telah berjalan hingga bebasnya si pelaku, yakni Polycarpus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah HAM kedua adalah kekerasan di Papua. Hafid mengatakan, banyaknya kasus penembakan di tanah Cendrawasih itu tidak sejalan dengan banyaknya kasus yang diungkap dan diselesaikan.
"Kami mendesak pemerintah sungguh-sungguh memenuhi perjuangan korban mendapatkan keadilan," ujar Hafid.
Kemudian masalah di Poso terkait stigma terorisme, Hafid mengatakan, pendekatan kepolisian dalam menangani masalah di Poso tak terlepas dari stigma terorisme. Padahal, menurut Hafid, kekerasan di Poso berlatarbelakang konflik agama yang telah diselesaikan, namun masih ada pihak yang kecewa.
"Selama ini dilakukan oleh pemerintah pusat untuk penanggulangan masalah terorisme di Poso dianggap salah strategi dan salah sasaran. Pendekatan keamanan terlihat justru akan menambah radikalisme dan dendam, khususnya kepada Densus 88 dan kepolisian," ucap Hafid.
Masalah buruh migran juga menjadi perhatian publik dalam konteks HAM di Indonesia. Hal ini terkait masalah TKI di negara tempat mereka bekerja, mulai dari terancam hukuman mati hingga kekerasan rumah tangga yang dialami TKI tersebut.
"Dari para TKI, ternyata negara tidak hadir. Di Malaysia, anak-anak TKI tidak bisa sekolah, terjerat kasus hukum dan kasus keimigrasian. Seolah negara tidak hadir," ujar Hafid.
Tak sampai di situ, hukuman mati di Indonesia juga menjadi masalah HAM pada tahun 2014. Adanya pro dan kontra terkait bentuk hukuman ini di Indonesia dianggap tidak sejalan dengan perkembangan zaman yang mengedepankan HAM.
"Banyaknya kalangan mendesak Presiden Jokowi melakukan moratorium eksekusi hukuman mati. Hukuman mati dinilai tidak selaras dengan perkembangan zaman yang kini mengedepankan penegakan HAM," ucap Hafid.
Peningkatan pengaduan masyarakat di Komnas HAM juga dianggap menjadi masalah HAM yang harus diperhatikan pemerintah. Karena statistik ini menyimpulkan terjadinya peningkatan pelanggaran HAM di Indonesia.
"Sinyal berbahaya ini ditandai dengan begitu banyak pengaduan masyarakat dari seluruh Tanah Air ke Komnas HAM. Pengaduan didominasi dengan pemerasan yang dilakukan aparat penegak hukum, kesewenangan Pemda dan kejahatan korporasi," pungkas Hafid.
Masalah selanjutnya adalah jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Monitoring dilakukan oleh Komnas HAM dan ditemukan sepanjang 2014 terjadi pelanggaran hak kebebasan beragama.
"Pelaku pelanggaran ini tidak hanya oleh aktor non-negara tapi juga oleh institusi negara, baik berupa aktif maupun pembiaran," pungkas Hafid.
Sengketa agraria atau tanah juga menjadi masalah HAM di 2014 karena 56 persen aset nasional dikuasai penduduk hanya 0,2 persen. Hal ini menunjukan melebarnya kesenjangan nasional yang berada pada skala 0,43 Gini Coeficient, skala itu sama saat akhir masa orde baru.
"Data Komnas HAM menunjukkan bahwa 1.211 pengaduan terkait konflik agraria dan penggusuran paksa. Komnas HAM mendesak pemerintah segera mungkin melakukan kerangka reformasi agraria untuk menyelesaikan akar pokoknya," ucap Hafid.
"Seperti teori Darwin, survival of the fittest, sehingga manfaatnya bagi masyarakat luas tidak ada. Pemerintah harus hadir di sini. Di Swiss, orang yang bangun apartemen itu tidak boleh hanya menjual untuk orang luar, tapi juga untuk warga sekitar," tambahnya.
Polemik pemilukada juga menghadirkan masalah HAM. Menurut Hafid, meski proses Pemilu 2014 berjalan tanpa gejolak politik berarti, namun masih ada polarisasi politik yang rumit. Salah satu contohnya adalah masalah pilkada melalui DPRD yang dulu sempat ramai dibicarakan publik.
"Komnas HAM berpandangan bahwa keputusan bangsa ini memilih jalan demokrasi selama 17 tahun lampau kiranya adalah pilihan the point of no return. Pemilih secara langsung adalah esensi dasar dari pilihan di jalan demokrasi itu," papar Hafid.
Masalah lainnya yaitu penggusuran, perlindungan hak buruh, kebakaran hutan, Lapindo, pendidikan dan bantuan siswa miskin masih menjadi persoalan HAM di 2014. Hafid menyatakan ke-15 masalah tersebut hanya bisa diselesaikan dengan aksi nyata negara hadir di hadapan warga negaranya.
"Intinya adalah negara harus hadir," tutup Hafid.
(vid/ndr)